Mohon tunggu...
Muhammad Ilham
Muhammad Ilham Mohon Tunggu... Penulis Pemula

https://nyusunkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siapa yang Menarik Tuas? Refleksi Moral dari Trolley Problem dan Hunter x Hunter

23 Mei 2025   19:50 Diperbarui: 23 Mei 2025   19:50 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber : Pangeran Halkenburg (hunterxhunter.fandom.com)

Saya mengenal istilah Trolley Problem bukan dari buku filsafat atau ruang kelas etika, tapi dari tempat yang barangkali tak biasa: manga Hunter x Hunter. Tepatnya di chapter 382, saat Pangeran Halkenburg dari Kerajaan Kakin mencoba menghentikan perang saudara antar ahli waris.

Sebagian mungkin sudah tahu dilema klasik ini: sebuah troli melaju tak terkendali menuju lima orang. Kita berdiri di dekat tuas yang bisa mengalihkan troli ke rel lain---tapi di sana ada satu orang. Tarik tuas: satu orang mati, lima selamat. Diam saja: lima mati, satu selamat. Dilema ini sudah lama menjadi bahan diskusi moral dan etika.

Namun yang menarik bagi saya, Hunter x Hunter menyajikannya secara berbeda. Bukan soal tarik atau tidak tarik. Sang Raja berkata pada Halkenburg:

"Pertanyaannya bukan pada dua pilihan itu. Tapi siapa yang akan menarik tuasnya?"

Di titik itu saya merasa... ini bukan lagi soal benar atau salah, tapi soal posisi dan tanggung jawab. Kita sering membahas moralitas seolah-olah semua orang punya pengaruh yang sama. Padahal, dalam kenyataan, yang punya kuasa---yang pegang tuas---bisa menentukan arah kehidupan banyak orang. Dan mereka yang tak punya kuasa? Terkadang hanya bisa menunggu untuk diselamatkan atau dikorbankan.

Pangeran Halkenburg pun berubah. Dari seseorang yang ingin menghentikan perang dengan cara ekstrem, menjadi seseorang yang sadar: jika ingin mengubah sistem, dia harus menjadi orang yang memegang tuas itu. Menjadi raja.

Ini membuat saya berpikir lebih jauh. Dalam hidup, saya percaya bahwa untuk mencapai sesuatu, memang harus ada pengorbanan. Tapi pengorbanan itu ada batas toleransinya. Jangan sampai keberhasilan kita dibangun dari luka orang lain yang seharusnya bisa dicegah.

Trolley Problem bisa jadi metafora kehidupan sosial: dalam pekerjaan, dalam politik, bahkan dalam relasi pribadi. Kadang kita dihadapkan pada pilihan sulit. Diam, dan membiarkan masalah berjalan? Atau bertindak, dan menanggung risiko? Dan yang lebih penting lagi: apakah kita sedang memegang tuas, atau hanya menonton dari jauh?

Dari refleksi ini, saya mencoba merumuskan lima langkah sederhana dalam menghadapi dilema etis:

  1. Pahami fakta dan opsi nyata. Kadang ada lebih dari dua pilihan.
  2. Nilai risiko dan manfaat. Cari keseimbangan yang proporsional.
  3. Jaga prinsip. Jangan mengorbankan nilai demi hasil instan.
  4. Ukur batas pengorbanan. Jangan jadikan orang lain sebagai "alat".
  5. Ambil tanggung jawab. Karena diam juga adalah pilihan, dan tiap pilihan punya akibat.

Hunter x Hunter tidak memberi jawaban moral yang pasti. Tapi justru di situlah kekuatannya. Ia menyentil kesadaran kita bahwa moralitas bukan hanya soal teori, tapi tentang keberanian mengambil sikap dalam sistem yang tidak ideal.

Akhirnya, bagi saya, yang terpenting bukan hanya "apa pilihan kita dalam dilema"---tetapi apakah kita cukup siap, cukup bijak, dan cukup bertanggung jawab untuk memegang tuas itu saat waktunya tiba.

Tulisan ini juga berasal dari blog saya nyusunkata

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun