Suara tarhim hidup di antara senyap insan,
memekik telinga yang tertutup lelap malam.
Di sela-sela suara itu, terdengar kokok ayam,
beberapa manusia mulai terbangun, beranjak berjalan.
Ada yang segera menunaikan salat malam,
ada pula yang kembali tidur menunggu mentari siang.
Di persimpangan jalan kulihat beberapa insan berjalan,
ada yang tertunduk malang, menanggung kesejahteraan yang masih diperjuangkan.
Di sudut masjid, ada yang menengadah tangan,
memohon Tuhan membuka ruang jalan,
memberi rezeki yang membahagiakan hati,
membeli senyum bahagia anak dan istri.
Beberapa mulai mengayuh becak dengan dagangan seadanya,
menyimpan harapan-hari ini jualannya akan laris semuanya.
Tak henti aku menikmati suasana itu di jalan bertepi,
ditemani secangkir kopi yang menghangatkan pagi.
Perlahan, suara lain mulai menghampiri,
suara yang tak asing lagi di telingaku-
suara keluarga kecilku yang baru bangun dari mimpi.
Ada yang meminta sarapan pagi,
ada yang minta diantar buang air kecil hari ini.
Suasana seperti ini adalah impian para petinggi negeri-
duduk santai dengan kopi, berangkat kerja dengan berdasi.
Setidaknya, syukur harus dipanjatkan tinggi-tinggi,
tanpa merasa perlu bahagia dengan jalan korupsi.
Dentingan suara keluarga itu adalah pencapaian yang indah,
tanpa harus serakah mengambil milik orang lain tanpa bersalah.
Suara kecil yang indah itu bernama keluarga,
cukupkan rezeki yang ada,
dan bersyukurlah bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI