Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Cancel Culture di Indonesia: Tren Global atau Hanya Sensasi?

10 Februari 2025   08:55 Diperbarui: 10 Februari 2025   08:52 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cancel culture (sumber gambar: Kredit Foto: Gusdurian via populis.id)

"Cancel culture atau budaya pembatalan menjadi fenomena yang semakin sering dibicarakan di media sosial."

Istilah ini merujuk pada aksi kolektif masyarakat, terutama warganet, untuk menarik dukungan atau memboikot seseorang, merek, atau institusi yang dianggap melakukan tindakan tidak pantas, kontroversial, atau bertentangan dengan nilai sosial tertentu.

Fenomena ini berkembang pesat seiring dengan meningkatnya penggunaan media sosial, di mana opini publik dapat terbentuk dengan cepat dan menyebar luas dalam hitungan jam. 

Melalui tagar, petisi, dan seruan untuk berhenti mengikuti atau mendukung suatu pihak, cancel culture kerap dianggap sebagai bentuk akuntabilitas sosial. 

Namun, di sisi lain, banyak yang mengkritik fenomena ini sebagai bentuk peradilan massa yang tidak memberikan ruang bagi klarifikasi atau kesempatan untuk memperbaiki kesalahan.

Di Indonesia, cancel culture semakin sering terlihat dalam berbagai kasus, mulai dari selebriti yang tersandung skandal, brand yang dianggap tidak etis, hingga tokoh publik yang pernyataannya menuai kontroversi. 

Tetapi, apakah cancel culture benar-benar nyata di Indonesia, atau hanya sekadar tren sesaat yang dipicu oleh dinamika media sosial?

Asal-usul Cancel Culture

Cancel culture awalnya berkembang di dunia Barat, terutama di Amerika Serikat, sebagai bagian dari gerakan sosial untuk menuntut pertanggungjawaban figur publik atas tindakan mereka. 

Fenomena ini banyak dikaitkan dengan gerakan keadilan sosial seperti #MeToo, yang menyoroti kasus pelecehan seksual oleh tokoh-tokoh terkenal, serta gerakan antirasisme seperti Black Lives Matter. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun