Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Apakah Mahasiswa Harus Jago Menulis?

9 April 2025   19:13 Diperbarui: 9 April 2025   23:53 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis merupakan keterampilan dasar yang dibutuhkan dalam profesi apa pun | Ilustrasi oleh Express Writers via Pixabay

Saya menggunakan AI untuk membantu menulis, dan saya familier dengan hasil tulisan AI. Jadi, perlu ditekankan bahwa tidak terlalu sulit bagi orang-orang, baik dosen atau rekan sebaya sekalipun, untuk mengetahui siapa yang telah menggunakan AI secara besar-besaran. Mahasiswa perlu menyadari itu.

Sekarang mari kita eksplorasi mengapa kapasitas menulis mahasiswa kurang memuaskan.

Penjelasan pertama adalah karena mahasiswa dan sarjana kita memiliki tidak hanya minat tetapi terutama kualitas membaca yang rendah. Saya tidak akan membanjiri Anda dengan statistik terkait masalah ini; banyak orang sudah melakukannya. Yang jelas, jika mereka tidak bisa mengenali argumen orang lain dalam bacaan mereka, kemungkinan besar mereka juga tidak bisa membuatnya dalam tulisan mereka sendiri.

Saya tidak mengenal penulis hebat yang bukan pembaca hebat.

Penjelasan kedua adalah karena mahasiswa dan sarjana kita tidak diajari keterampilan menulis dengan memadai. Betul bahwa sebagian besar (atau bahkan semua) perguruan tinggi di Indonesia menyediakan kursus kepenulisan akademik, baik dalam bentuk mata kuliah ataupun bukan.

Masalah utamanya, menurut saya, adalah bahwa perguruan tinggi kita tidak serius dalam mengajarkan gaya kepenulisan yang jelas. Mahasiswa, terkadang berulang kali di semester yang sama, telah diajari strategi penelitian, metodologi, isu-isu penting dan "hot"... semuanya kecuali cara menulis dengan jelas dan terstruktur.

Kealpaan ini tidak hanya menyebabkan banyaknya kesalahan "minor dan wajar", sebagaimana disebutkan sebelumnya, tetapi juga kekurangan-kekurangan yang lebih serius: kalimat terlalu gemuk, transisi antar kalimat atau paragraf masih kasar, gagasan repetitif, struktur tidak koheren, dan seterusnya.

Hal itu mungkin dapat menjelaskan mengapa publikasi ilmiah mahasiswa di Indonesia sangat rendah, baik secara kualitas maupun kuantitas. Bahkan dengan research problem yang penting dan mendesak, tanpa eksekusi yang baik, para editor dan peninjau jurnal tidak dapat memahaminya dan karenanya menolak untuk mempublikasikannya.

Penjelasan ketiga adalah karena perguruan tinggi membiarkan mahasiswanya menerima gelar dengan hampir tanpa pengalaman menulis sama sekali. Oh, betul, mahasiswa dibanjiri tugas menulis, tetapi (nyaris) sebanyak itu pula tugas-tugas tersebut hanya berakhir di laci dosen atau folder laptop masing-masing. Jangankan dipublikasikan di jurnal terkemuka, dievaluasi saja tidak!

Tugas-tugas ini (tidak semua, tentu saja) hanya meminta mahasiswa untuk memilih isu tertentu, kemudian memilih kata atau frasa tertentu di antara yang lainnya agar menjadi sebuah paragraf dan pada akhirnya esai yang "utuh". Sering kali hasilnya lebih mirip laporan bacaan biasa daripada esai dengan argumen dan jalan pemikiran yang kuat.

Menulis dapat dipelajari

Mari kita akui sebuah fakta menyebalkan: menulis tidaklah mudah bahkan bagi penulis yang dianggap paling sukses dengan karya-karya monumental. Hal ini karena menulis merupakan aktivitas intelektual yang kompleks dan melibatkan banyak keterampilan seperti membaca, memahami, membangun, mengomunikasikan, dan mempertahankan gagasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun