Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memahami Kapitalisme dan Marxisme dari Serial SpongeBob

9 Maret 2023   06:00 Diperbarui: 9 Maret 2023   06:39 1465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di balik kekonyolannya, beberapa episode SpongeBob sebenarnya merupakan parodi kapitalisme dan Marxisme | Ilustrasi oleh Roland Steinmann via Pixabay

Sekilas, serial kartun SpongeBob SquarePants tampak seperti sebuah kisah makhluk laut yang penuh kekonyolan dan kepolosan. Dulu, sebagai bocah, saya menonton program ini hampir secara khusyuk, menikmati rentetan kebodohan para karakternya.

Kini saya masih menikmatinya. Namun, dengan bertambahnya pengetahuan dan meluasnya perspektif, saya kian sadar terhadap pesan dan parodi yang disiratkan di dalamnya, terutama di episode-episode yang digarap oleh mendiang Stephen Hillenburg.

Salah satu kekaguman saya adalah bagaimana acara ini menampilkan narasi kapitalisme dan Marxisme, yang biasanya direpresentasikan dalam konflik antara Tuan Krabs dan Squidward. Di sini saya memilih episode “Squid on Strike” season 2 sebagai fokus pembahasan.

Alur cerita “Squid on Strike

Sebagai bagian klasik dari propaganda, episode ini dimulai dengan kemuakan Squidward atas praktik eksploitasi atasannya, Tuan Krabs. Squidward kemudian mengajak SpongeBob untuk melakukan aksi mogok kerja, menuntut perlakuan adil dari Tuan Krabs.

Lucunya, kendati SpongeBob begitu senang atas rencana Squidward, SpongeBob sebenarnya tak tahu sama sekali apa yang dimaksud “mogok kerja”. Dia mengira rencana ini sebagai kenaikan pangkat atau semacamnya, tipikal karakter polos dan lugu.

Konon, SpongeBob juga merupakan representasi dari masyarakat kelas bawah yang selalu mengorbankan gaji dan waktu luang hanya karena kecintaannya pada pekerjaan. Makanya di episode ini, alih-alih dibayar, SpongeBob malah membayar Tuan Krabs.

Singkat cerita, warga Bikini Bottom tak peduli dengan aksi pemogokan tersebut. Meskipun mereka mendengarkan pidato berapi-api Squidward, pada satu titik dia diinjak-injak dengan gaya kartun klasik oleh segerombolan pelanggan yang kelaparan.

Dia kemudian mengucapkan kalimat khas kelas pekerja: “Tidak ada yang peduli terhadap nasib buruh selama mereka mendapatkan kepuasan instan.”

Menjelang akhir cerita, Squidward merasa ngeri ketika menyadari dirinya bakal mogok kerja selamanya bersama SpongeBob. Di malam itu, saat dia hendak memohon kepada Tuan Krabs untuk mendapatkan pekerjaannya kembali, Tuan Krabs ternyata sudah berada di depan pintu.

Mereka pun berjalan ke Krusty Krab bersama-sama sambil mendiskusikan kesepakatan. Pada saat yang sama, SpongeBob sedang meresapi kata-kata dari pidato Squidward secara harfiah. Tatkala Squidward dan Tuan Krabs tiba di Krusty Krab, bangunan itu sudah hancur-lebur.

SpongeBob berpikir bahwa dirinya telah menuntaskan tugas dan bersiap-siap untuk bekerja kembali, sedangkan Squidward jelas gemetar ketakutan. Tuan Krabs lambat menyadari, lalu jatuh berkeping-keping dan meminta mereka berdua agar bekerja selamanya untuknya.

Tuan Krabs dan kapitalisme

Dalam episode “Squid on Strike”, dan banyak episode lainnya, Tuan Krabs tampaknya adalah simbol seorang kapitalis. Sebelum penjelasan lebih jauh, mari kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kapitalisme secara umum.

Kapitalisme muncul sebagai revolusi perekonomian dunia, lahir di Eropa Barat dan Utara (Inggris, Belanda, Perancis) abad ke-17. Gambaran sederhana kapitalisme kira-kira begini: “Laba produksi harus diinvestasikan kembali untuk meningkatkan produksi.”

Misalnya, saya memproduksi sepatu dalam skala kecil; satu hari bisa menghasilkan sepuluh pasang. Dalam sebulan, saya memperoleh keuntungan hampir tiga kali lipat dari modal awal. Sebagai seorang kapitalis, keuntungan itu bakal saya gunakan untuk penambahan modal.

Jadi, alih-alih membeli barang-barang mewah yang tidak berguna bagi bisnis, saya memilih menginvestasikan laba saya untuk kepentingan produksi. Dengan sumber daya yang semakin besar, maka potensi keuntungan saya pun juga turut bertambah. Begitu seterusnya.

Dari situ bisa dilihat bagaimana uang, meski bukan satu-satunya, merupakan objek nyata dari kaum kapitalis, yang selanjutnya digunakan untuk memenuhi akumulasi kapital (modal).

Ciri lainnya dari kapitalisme adalah persaingan bebas berdasarkan hak, di mana orang dapat menggunakan hak milik dan diberi kebebasan untuk bernegosiasi, membuat perjanjian, dan memulai aktivitas bisnis (Norberg, 2005).

Dalam sistem ini, kita dibolehkan untuk melangkah maju melalui proses coba-coba (trial and error) tanpa harus meminta izin para penguasa. Tentu, kebebasan ini tidak boleh melanggar kebebasan orang lain, sebagaimana tertuang dalam undang-undang.

Dalam scene pembuka epiode “Squid on Strike”, kita diperlihatkan betapa paniknya Tuan Krabs saat mengetahui keuntungannya menurun (hanya) tiga dollar dari keuntungan kemarin. Ini berarti, hasrat terbesarnya adalah menambah keuntungan secara konstan (dan mudah).

Itu benar-benar tipikal kaum kapitalis. Maksudnya, selain meningkatkan profit, para kapitalis juga berusaha menekan kerugian. Kerugian adalah sinyal bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang buruk, atau bahwa mereka harus menghentikan suatu investasi.

Sama seperti Tuan Krabs yang, setelah menyadari adanya penurunan keuntungan, berusaha memeriksa apa yang mungkin menjadi penyebabnya. Dia kemudian mencela Squidward yang bernapas di waktu kerja, atau SpongeBob yang berdandan di tempat kerja.

Sekarang kita mulai melihat sisi lain dari kapitalisme. 

Tuan Krabs, sebagai simbol kapitalis, bukanlah tipe bos yang ideal. Dia serakah dan haus kekuasaan. Dia membayar pekerjanya di bawah standar, malah tidak menggajinya sama sekali berdasarkan kesaksian Squidward.

Tuan Krabs memberlakukan kondisi kerja yang tak manusiawi, bahkan bernapas pun dicela. Dia memprioritaskan pengejaran kekayaan di atas segalanya, dan dia bersedia melakukan apa pun untuk mewujudkan tujuan itu.

Dalam pikirannya, pelanggan dan pekerja hanya berharga untuk uang yang mereka berikan padanya. Singkat kata, dia menilai orang lain hanya sebagai sumber uang belaka. Tak heran kalau dia menghormati (dan memberhalakan) uang.

Karena tujuan utama kapitalisme adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, ditambah dengan kebebasan yang menyertainya, cara apa pun sering kali dilancarkan. Dalam hal ini, tenaga kerja biasanya merupakan korban utama yang dieksploitasi.

Di sinilah kritik Marxisme terhadap kapitalisme bermula.

Parodi Marxisme

Secara umum, Marxisme (paham yang bertumpu pada pemikiran-pemikiran Karl Marx), membagi masyarakat menjadi dua kelas, yaitu para pemilik alat-alat produksi (kapitalis atau borjuis) dan mereka yang tak punya apa-apa (pekerja atau proletar).

Keberadaan kelompok-kelompok perantara, seperti para pegawai dan ahli-ahli tertentu, tentu saja tidak dapat disangkal. Namun, mereka diperlakukan sebagai anomali yang cenderung menghilang dalam proses kapitalisme (Schumpeter, 2005, hlm. 15).

Para ekonom klasik, sengaja atau tidak, bertujuan menyejahterakan kelas kapitalis tanpa memedulikan nasib pemilik tanah (tuan feodal) ataupun penerima upah (pekerja atau buruh). Sebaliknya, Marx memeras otak untuk mewikili kepentingan penerima upah.

Dua kelas fundamental itu (borjuis dan proletar) pada dasarnya saling bertentangan satu sama lain. Perpecahan dan benturan ini memiliki arti penting bagi sejarah manusia. “Sejarah adalah perjuangan kelas,” kata Marx.

Dalam kondisi itu, para kapitalis bukan hanya bertentangan dengan kelas pekerja, tapi juga saling menghancurkan antar sesama kapitalis. Bagi Marx, konflik tersebut ujung-ujungnya bakal menghancurkan sistem kapitalis juga (Knafo & Teschke, 2020).

Episode “Squid on Strike” menggambarkan konflik pertama, di mana pekerja (Squidward) bangkit melawan majikan (Tuan Krabs) guna menuntut perlakuan adil. Dengan cara ini, kelas pekerja berharap bahwa majikannya menyadari dirinya tidak bisa apa-apa tanpa mereka.

Namun, kritik dari parodi Hillenburg juga memberikan pertimbangan lebih lanjut. Fakta bahwa ternyata Krusty Krab memperoleh banyak pelanggan berkat aksi mogok kerja Squidward dan SpongeBob menyiratkan bahwa mogok kerja saja sering tidak berhasil.

Bagaimanapun, kekuasaan yang dimiliki kaum kapitalis merupakan hal yang sulit untuk diruntuhkan hanya melalui mekanisme mogok kerja semata. Segera setelah Squidward dan SpongeBob berhenti bekerja, Tuan Krabs mendapatkan penggantinya.

Begitu pula kenyataannya: jika satu atau beberapa pekerja tidak bisa mengerjakan tugasnya dengan baik, tak peduli bahwa mereka telah mengabdikan dirinya selama berpuluh-puluh tahun untuk majikannya, mereka harus dienyahkan dan diganti.

Mereka diperlakukan seperti roda gigi sebuah mesin. Kalau rusak, tinggal ganti dengan yang baru. Apakah mereka kemudian hidup kelaparan, atau menderita depresi seperti Squidward, bodo amat. Apa yang penting, keuntungan dapat terus ditingkatkan.

Menurut teori Marxis, agar semua setara, kebutuhan akan kapital (modal) harus dihilangkan, sehingga eksploitasi terhadap pekerja dapat dihentikan. Ini termanifestasikan dalam sikap Squidward yang mencoba untuk menghentikan kebutuhan abadi Tuan Krabs akan modal.

Dan memang, perlawanan semacam itu, sebagaimana dilakukan kaum Marxis (dan komunis), sering gagal atau bahkan tak pernah berhasil secara penuh. Negara seperti Rusia barangkali pernah menampilkan keberhasilan kelas pekerja, tapi sekarang mereka juga tertular kapitalis.

Dalam kegagalan itu, pekerja lagi-lagi harus dihadapkan pada realitas yang menyakitkan. Mereka mengalami dilema serius: lanjut bekerja untuk bertahan hidup tapi terus dieksploitasi, atau berhenti bekerja dengan taruhan mati kelaparan.

Kita bisa melihat bagaimana karakter Squidward terjebak dalam dilema tersebut. Dia sering menganggap dirinya sebagai seniman dan musisi berbakat, yang saya kira merupakan metode pelarian dari kenyataan yang terlalu berat untuk ditanggung.

Dia, sebagaimana diterangkan oleh Marx, mengalami alienasi, terasing dari dirinya sendiri dan sekitarnya. Kita bisa merasakan betapa karakter ini penuh kemurungan dan kejengkelan, sehingga anak-anak seperti saya yang dulu sering membencinya.

Namun, seiring bertambahnya usia, saya menyadari bahwa Squidward sebenarnya adalah representasi kebanyakan dari kita. Dalam konsepsi Marxis, Squidward adalah simbol nasib para buruh, orang-orang yang hidupnya bergantung pada eksploitasi kelas borjuis.

Ya, pada akhirnya, meski SpongeBob tampak seperti serial kartun yang konyol, program ini juga merupakan argumen untuk menentang korupsi keuangan, penyalahgunaan ekonomi pasar bebas, dan secara keseluruhan sebagai bukti kejahatan sistem kapitalis.

Tentu, supaya adil, orang mesti mengakui bahwa kapitalisme telah berkontribusi besar atas aneka kemajuan yang kita nikmati hari ini. Namun, para makhluk laut di Bikini Bottom telah menunjukkan nuansa yang bagus untuk kita agar kekayaan diperoleh lewat cara yang adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun