Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Mengapa dan Bagaimana Saya Menulis

4 Desember 2022   11:59 Diperbarui: 5 Desember 2022   13:13 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya menulis untuk merayakan absurditas dunia | Ilustrasi oleh Yerson Retamal via Pixabay

Orang mungkin mendapati dirinya mengadopsi gaya yang menurutnya sangat menarik, dan kiranya tak ada yang salah dengan itu. Ketika dulu saya membaca Mark Manson, saya meniru gaya tulisannya yang sering nyeleneh berbau filosofis.

Ketika saya membaca Albert Camus, terutama novel-novelnya, semua yang saya tulis jadi terpotong, dilucuti, dan direbus. Saya merasa telah melangkah jauh dari aturan-aturan baku demi kenikmatan teks itu sendiri.

Sekarang saya tak begitu jelas mengadopsi gaya siapa dan bagaimana. Mungkin saya sudah abai tentang hal-hal semacam itu. Kadang saya hanya ingin menulis dan meluapkan sesuatu dengan cara yang seindah mungkin, atau lebih buruk dari itu.

Saya mulai banyak menulis tak lama setelah saya sadar saya suka membaca. Pada tahap ini, saya mendapati sesuatu yang penting: saya percaya bahwa saya bisa melakukan apa yang penulis lain lakukan.

Saya jadi percaya bahwa entah bagaimana saya mungkin bisa meletakkan jari-jari di atas keyboard dan menciptakan sesuatu yang ajaib. Tapi kemudian, saya menulis seabrek karya dan cerita yang sangat buruk (bahkan mengerikan).

Di perguruan tinggi, dunia rasanya lebih terbuka, dan buku-buku serta pembelajaran yang diajarkan di kelas memberi saya suatu kesan untuk pertama kalinya dalam hidup saya bahwa harapan masih menyala, meski tak begitu terang.

Ini mengingatkan saya pada "The Wild Rose", puisi yang ditulis Wendell Berry untuk istrinya: ... Tiba-tiba kau menyala di hadapanku, mawar liar mekar di tepi semak belukar, anggun dan bercahaya di mana kemarin hanyalah bayangan, dan sekali lagi aku diberkati, memilih kembali apa yang aku pilih sebelumnya.

Dalam konteks ini, saya masih ragu tentang mestikah saya menggantungkan masa depan saya pada dunia kepenulisan, tapi jelas bagi hari-hari saya bahwa aktivitas ini patut mendapat prioritas.

Saya, sebagaimana kebanyakan orang, punya ritual sebelum menulis. Saya minum kopi dalam dosis titrasi. Ada kisaran kecil di mana kopi efektif, kurang dari itu malah tak berguna, dan lebih dari itu jadi fatal.

Saya juga menulis di kamar kost, dengan pintu tertutup dan jendela terbuka. Kebetulan saya menempati kost di lantai dua, sesuatu yang sampai sekarang saya syukuri. Kapan pun saya membuka gorden, saya melihat langit. Saya suka menulis sambil sesekali melihat langit.

Orang bisa mendekati aktivitas menulis dengan kegugupan, kegembiraan, harapan, atau bahkan keputusasaan, perasaan bahwa dia tak pernah bisa sepenuhnya mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun