Bersandar pada keyakinan tadi, saya butuh rasionalisasi (seperti Socrates) untuk bisa menerima diri saya sepenuhnya.
Jadi ketika saudara perempuan saya (kembali) menyindir, saya menjawab, "Ah, baguslah! Sekarang aku bisa mudah mengetahui siapa saja orang yang mencintai dan menerimaku dengan tulus, dan mana yang hanya menyayangiku dengan syarat."
Satu poin mutlak, saya merasa puas dengan diri sendiri yang apa adanya.
Inti dari apa yang ingin saya katakan adalah, "Tidak peduli bagaimanapun fakta absolut yang menimpa Anda, yang terpenting adalah bagaimana Anda memanfaatkannya dan bereaksi terhadapnya."
Jika suatu waktu saya terjerembap ke dalam "palung kehidupan", alih-alih mengeluhkannya, saya akan berenang di antara kegelapan itu dan berusaha untuk mencari kilauan-kilauan dari mutiara yang selalu terkandung di dasar samudra.
Dan itulah yang dilakukan Socrates maupun Diogenes serta orang-orang serupa.Â
Stephen Hawking mengalami kelumpuhan pada tubuhnya secara perlahan selama puluhan tahun, tetapi kenyataannya, dia merupakan salah seorang saintis terkemuka di dunia.
Lionel Messi juga terlempar ke dalam fakta absolut berupa kelainan hormon pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan badannya terhambat. Tetapi apakah itu menghentikannya untuk meraih mimpi di dunia sepak bola?
Fakta absolut memang seperti "suatu kebetulan" yang terjadi pada masing-masing individu.Â
Bagaimanapun juga, kita hanya sebagai "penerima" fakta tersebut dan sama sekali tidak bisa ikut campur terhadapnya.
Tetapi yang terpenting adalah, kita bisa memanfaatkannya, mengolahnya, dan bereaksi terhadapnya.