Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sudahkah Anda Merasa Puas terhadap Apa Adanya Diri Anda?

3 September 2021   19:42 Diperbarui: 7 September 2021   03:00 3794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak selamanya kita mesti bangga terhadap apa adanya diri kita | Ilustrasi oleh Michael Gaida via Pixabay

Konon, dia pernah berkata pada Diogenes, "Semisal aku tidak terlahir sebagai Alexander, maka aku ingin terlahir sebagai Diogenes."

Dengan bangganya, Diogenes menjawab, "Ya, aku pun demikian. Semisal aku tidak terlahir sebagai Diogenes, maka aku ingin terlahir sebagai Diogenes."

Apa yang ingin saya soroti di sini adalah terkait bagaimana kita bisa mencapai kepuasan terhadap diri sendiri. Dan lebih jauh dari itu, tidak semua aspek yang kita miliki mesti dijawab dengan kepuasan semata.

Rasa kebanggaan terhadap diri sendiri yang ditunjukkan oleh Socrates dan Diogenes mungkin tidak berbau pemaksaan supaya apa yang mereka katakan bukan sekadar ucapan belaka.

Tetapi kita semua cukup dilema dengan dua kemungkinan: bagaimana kita tahu bahwa kita sudah memuaskan, dibandingkan sebatas meyakinkan diri sendiri bahwa semuanya baik-baik saja?

Sulit untuk mengatakannya dengan pasti, tetapi saya percaya ada tanda-tanda semacam indikator yang bisa kita gunakan sebagai pengukur tentang seberapa puasnya kita terhadap apa adanya diri kita.

Misalnya dalam hal berdialog dengan diri sendiri. Anda mungkin mendapati diri Anda mengatakan hal-hal berbeda tergantung pada apakah Anda benar-benar puas atau hanya berpuas diri.

Pada situasi pertama (ketika Anda sungguh-sungguh merasa puas), dialog semacam ini biasanya kita gunakan untuk memberikan penjelasan kepada diri sendiri setelah melewati situasi sulit atau mengevaluasi perasaan kita.

Tetapi pada situasi yang kedua (ketika Anda hanya terpaksa untuk berpuas diri), ada ketidakjujuran dalam merefleksikan realitas dan itu cukup mengerikan. Jadi biasanya kita akan menghibur diri sendiri ketika situasinya tidak beres.

Saat Anda merasa puas, barangkali Anda menggunakan frasa seperti "Aku sangat lega" atau "Hal-hal seperti inilah yang seharusnya terjadi" atau "Dunia sedang mengitariku dengan gembira".

Di sisi lain, ada keadaan-keadaan yang sesungguhnya tidak memuaskan kita, tetapi kita coba merasionalkannya dalam frasa "Mungkin suatu hari nanti" atau "Tidak apa-apa jika aku tidak bisa mencapai apa yang aku inginkan" atau "Kita tidak bisa memiliki segalanya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun