"Ayah akan lihat aku lulus. Aku janji."
6. Perubahan yang Menggetarkan
Tahun berikutnya, Alya berhasil mempresentasikan penelitiannya di seminar universitas. Ia menyampaikan hasil observasi empiris bahwa daun sirsak dapat membantu memperbaiki kualitas hidup pasien kanker, terutama dalam mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan nafsu makan.
Walau kecil, temuannya diapresiasi karena menyatukan pengalaman pribadi dengan pendekatan ilmiah.
Namun di saat yang sama, tubuh Rahman mulai melemah lagi. Hasil pemeriksaan lanjutan menunjukkan kanker itu menyebar ke hati. Dokter mengatakan hanya keajaiban yang bisa menolong.
Siti menangis semalaman. Alya pulang dengan dada sesak. Tapi Rahman tetap tenang.
"Nak, jangan salahkan daun itu. Ia sudah berbuat yang terbaik. Kadang Tuhan menumbuhkan penyembuhan bukan untuk tubuh, tapi untuk jiwa."
Ucapan itu terdengar seperti perpisahan yang lembut.
7. Detik-Detik Terakhir
Malam itu, langit di Sukamukti kelam tanpa bintang. Angin gunung berhembus dingin. Alya memeluk ayahnya yang terbaring di dipan bambu. Di tangannya, segelas air rebusan daun sirsak terakhir masih hangat.
Rahman tersenyum, menatap Alya dengan mata yang mulai sayu.
"Daun ini... pahit, tapi menyejukkan. Seperti hidup kita. Pahit, tapi penuh makna."
Ia meneguk sedikit, lalu berkata lirih,
"Jaga ibumu, dan teruskan ilmu itu. Jangan biarkan daun ini hanya jadi legenda."