"Tidak! Aku tidak mau!" tolak Sekar gusar, berbagai macam perasaan mulai berkecamuk di kepala, takut, marah, dan bingung, laki-laki itu tertawa.
"Tidak ada yang bisa keluar dari kerajaanku jika Dewata sendiri yang telah mengirimnya. Kita akan segera menikah."
Sekar beringsut mundur, kakinya gemetar, wajahnya memucat, ingin berteriak, tapi tenggorokannya seperti tersekat. Dalam keadaan terimpit Sekar akhirnya berjongkok, air matanya berlelehan membasahi pipi.
"Sebentar lagi para dayang akan menyiapkan baju pengantin untukmu. Dewata telah menurunkan restunya dengan mengirimmu ke sini. Kamu akan menjadi permaisuriku," ujar Pangeran Langit sambil turut berjongkok di samping Sekar, tangannya membelai anak-anak rambut yang terjuntai di kening Sekar.
"Tolong lepaskan aku!" pinta Sekar mengiba, terisak ketakutan. Sekar tak tahu di mana saat ini dia berada. Semua terasa asing, benda-benda di sekelilingnya seperti berasal dari peradaban kuno, lalu pangeran itu ... wajahnya begitu pucat meski aura ketampanan masih terpancar kuat.
Tak lama beberapa perempuan mengenakan kemben dan kain dengan warna seragam mendekatinya. Pangeran Langit tampak berbicara dengan perempuan yang paling tua. Laki-laki dengan rompi coklat keemasan itu menyebutnya Ibu Dayang. Sepertinya dia adalah ketua para dayang. Tak lama setelah bicara Pangeran Langit pergi meninggalkan ruangan.
Seorang dayang segera menyentuh wajah Sekar dan mulai memoleskan ramuan dengan aroma melati. Seorang lainnya membawa semacam tembikar yang mengepulkan asap harum, dan mulai mengasapi rambut Sekar. Tak hanya itu, seorang bertubuh gemuk mulai membuka pakaian yang dikenakan Sekar dan menggantinya dengan kain panjang dan kebaya bersulam emas.
Sekar tersentak, tak ada gunanya menangis. "Harus berbuat sesuatu jika ingin selamat," batinnya. Digelengkannya kepalanya kuat-kuat, lalu tiba-tiba dia seperti mendengar suara seseorang yang amat dikenalnya. Sekar menoleh cepat, mengentakkan tangan dan menepis semua atribut yang belum sempat terpasang sempurna di tubuhnya.
Suara itu makin jelas, Sekar segera berlari mencari arah suara, tapi para dayang juga tidak tinggal diam. Mereka berusaha menghalangi Sekar. Beruntung Sekar dapat membuka pintu besar yang beratnya luar biasa.
Sekar berlari mengikuti jalan yang mirip seperti gua. Tampak cahaya kecil di kejauhan, dia terus berlari ke arah cahaya tersebut. Namun, para dayang tetap mengejarnya, bahkan nyaris berhasil menangkapnya kembali.
Sekar terus berlari sekuat tenaga, keinginananya untuk bisa keluar membuatnya tak peduli akan rasa takut. Tiba-tiba tanah yang dipijaknya terasa bergerak, melesak dan menggulung tubuhnya dalam hitungan detik lalu mengempaskan tubuhnya kembali di atas batu cadas.