Mohon tunggu...
Muhammad Thoha Hanafi
Muhammad Thoha Hanafi Mohon Tunggu... profesional -

dengan bismillah....sesungguhnya Kasih Sayang itu hanya Kepunyaan Allah SWT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kontemplasi Menggugat Sidang Istbat Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal

17 Juli 2013   10:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:26 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kedua : Rekomendasi


Agar Majelis Ulama Indonesia mengusahakan adanya kriteria penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah untuk dijadikan pedoman oleh Menteri Agama dengan membahasnya bersama ormas-ormas Islam dan para ahli terkait.


Pada point pertama fatwa MUI tersebut diakui dua metode ru'yah dan hisab sebagai cara penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.


Pada point ketiga fatwa MUI disebutkan dan diakui peran ormas-ormas dalam menetapkan awal bulan ramadhan, syawal dan dzulhijjah. Ormas merupakan elemen penting dalam memberikan masukan kepada kementerian agama untuk menetapkan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.

Yang namanya pendapat atau masukan tentu boleh saja disampaikan kapan dan dimanapun. Tinggal mengukur penyampaian pendapat atau masukan itu tepat sasaran atau tidak. Pendapat atau masukan dari ormas itu bisa bersifat formiil maupun informiil. Sehingga tidak ada yang salah bila suatu ormas mengumumkan hasil perhitungannya atau penetapannya terhadap awal bulan ramadhan, syawal jauh-jauh hari sebagai bentuk keterbukaan informasi.

Tentu saja banyak ormas akan timbul banyak pendapat, seperti satu orang manusia bisa mengeluarkan berbagai pendapat tentang sesuatu hal dan bisa berbeda dengan orang lainnya. Itu Sunnatullah. Disinilah letak terjadinya perbedaan yang akan sulit dipersamakan sebagai akibat adanya perbedaan penggunaan metode penentuan awal bulan baru hijriah (bulan qomariyah). Perbedaan itu biasanya didukung oleh keyakinan dalam menganalisa, mengamati dan mengambil kesimpulan awal berkaitan makna hadits. Ada yang membaca hadits tersebut secara terpisah dengan hadits-hadits lainnya, bahkan tidak merujuk pada Al-Qur'an. Ada pula yang membaca sebuah hadits runut dari dalil Al-Qur'an yang mendasarinya. Sebuah hadits dalam konteks terakhir ini berada dalam posisi pelengkap dalil yang ada dalam Al-Qur'an.


Dalam mengambil pelajaran dan pesan pun terkadang sebuah dalil tidak saja dibaca dan dimaknai secara tekstual tetapi bisa lebih luas. Dalil tersebut "di-baca (iqro) dengan nama Allah SWT" terhadap kondisi dan keadaan umat Islam zaman itu lengkap dengan wilayah jangkauannya. Seperti yang di contohkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW saat wahyu pertama turun. Dimana Rasulullah di minta "baca, baca dan bacalah dengan nama Tuhan..." Padahal Rasulullah adalah seorang yang tidak mengenal aksara. Sebagai wahyu pertama Rasulullah SAW tersebut, tentu banyak hikmah dan hakekat yang dapat diambil. Diantara hikmah dan hakekat surah pertama/wahyu pertama itu adalah memberikan gambaran, pelajaran dan pesan kepada kita umat Rasulullah SAW, bahwasanya dalam membaca suatu ayat Al-Qur'an dan tentu juga Hadits Rasulullah, kita tidak saja harus membacanya, memahami secara tekstual tetapi juga bisa memahami dan membacanya secara scientifik, aplikatif, dan solutif dengan lingkungan sekeliling. Dari pelajaran yang diberikan Allah SWT melalui malaikat Jibril terhadap Nabi Muhammad SAW itulah kita harus meyakini bahwa Allah SWT memberikan banyak ilmu dan pelajaran kepada manusia seperti mulai dari jatuhnya dedaunan kepermukaan bumi sampai adanya manusia dari setitik air, langit yang tidak bertiang, laut yang tidak terhitung dalamnya, pergerakan tata surya dan sebagainya. Semua itu memberikan kita keyakinan alam beserta isinya adalah rentetan ayat-ayat/wahyu-wahyu Allah SWT. Tinggal kita sebagai manusia mampu atau tidak membaca ayat-ayat Allah SWT tersebut.

Setiap keyakinan tersebut tentu harus didasari dan dikembalikan pada dalil-dalil yang jelas dan ada serta diakui dalam Al-Qur'an dan Hadits. Dan apabila kita berpatokan pada dua hal tersebut, Insya Allah akan selamat dunia dan akhirat.

HISAB


Di Indonesia ilmu hisab cukup mendapat perhatian umat Islam dan berkembang pesat. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, dinyatakan bahwa ulama yang pertama dikenal sebagai bapak ilmu hisab Indonesia adalah Syekh Thaher Jalaluddin al-Azhari ( Deliar noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia ; Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990), h. 40-42.) kemudian selanjutnya, perkembangan Ilmu Hisab di pelopori oleh KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi yang didirikannya yaitu persyarikatan Muhammadiyah ( Lihat Drs. Mustafa Kemal Pasha,B.Ed. dan Ahmad Adaby Darban,SU., Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis, Yogyakarta : Pustaka pelajar offset,2000, Cet. 1), h. 70). Dalam perjalanannya Muhammadiyah telah berperan aktif dan kreatif dalam mengembangkan ilmu hisab di Indonesia.


Hisab secara harfiah berarti perhitungan. Perhitungan tersebut tentu saja secara matematis dan astronomis. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu sholat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender hijriah. Dalam konteks ini tentu saja posisi bulan baru tersebut tidak saja menentukan kapan awal ramadhan, syawal dan dzulhijjah saja tetapi bulan-bulan baru lainnya dalam kriteria bulan qomariyah seperti muharram, rajab, sya'ban dsb. Hal ini tentu berkaitan dengan konsistensi penggunaan metode penentuan awal bulan baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun