Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Aku adalah Sawah yang Berbagi

13 September 2025   13:33 Diperbarui: 14 September 2025   19:28 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegembiraan menuai padi (Dokumentasi Pribadi)

Petak-petak sawah itu kini digarap oleh warga kampung setempat. Ada delapan keluarga. Generasi ketiga juga, dihitung dari orangtua mertuaku. 

Pola garapnya molah, atau maroh, bagi dua hasil bersih setelah dikurangi biaya produksi. Dari era orangtua mertuaku sudah begitu. Ya, diteruskan begitu.

Bedanya, dulu hubungan molahnya gak pakai kontrak tertulis. Sekarang dibuatkan kontrak tertulis. Siapa menggarap berapa bata di blok mana dan nandur padi apa musim ini. Sret sret, tanda tangan dua pihak, gitu aja. 

Kontrak itu perlu. Untuk kontrol. Nanamnya padi ini, panennya bulan anu, hasilnya ditaksir segini. 

Nah, sebenarnya aku bisa menaksir hasil panen padi dari tampilan pertanaman. Tapi itu gak kulakukan. Lebih nyaman percaya saja pada penggarap. 

Apakah penggarap jujur? Itu relatif, ya. Ambil lebih dikit, biasalah itu. Kata James Scott, seorang antropolog politik, itu zakat yang diambil sendiri. Ya sudah kalau begitu, ikhlas saja.

Hamparan padi kupandang dari atas dangau di tengah sawah (Dokumentasi Pribadi)
Hamparan padi kupandang dari atas dangau di tengah sawah (Dokumentasi Pribadi)

Sawah yang Berbagi

"Besok mulai panen." Pesan singkat muncul di layar ponselku, dari "mandor sawah" di Jalaksana sana. Hari itu Jumat, 22 Agustus 2025.

Besoknya, istriku dan aku pagi-pagi benar naik kereta argo pertama ke Cirebon. Dari Cirebon lanjut naik mobil ojol ke Jalaksana. Pukul 10.00 WIB sudah tiba di sawah.

Jalan ke sawah aja jauh dan mahal banget, ya. Begitulah. Tapi ini kan bukan semata "pergi ke sawah". Ini soal eksistensi diriku sebagai sawah. 

Weh, eksistensi, nyerempet filsafat eksistensialisme. Soal pilihan bebas bertanggungjawabku sebagai sawah. Jadi, ya, konsekuen melakoninya. Jika tak demikian, maka aku tak ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun