Adakah hal baik yang bisa dilakukan saat melintas berkendara di jalan (ToL) layang Sheikh Mohamed bin Zayed (MbZ) selain menggerutu?
Sebab menggerutu di sana bukan pilihan bijak. Panjang jalan itu 37 kilometer, terentang dari barat (Cikunir Junction) sampai ke timur (Karawang Barat). Betul tubuh terpontal-pontal di dalam kendaraan sepanjang jalan itu. Tapi cobalah ditimbang matang-matang: secara kejiwaan apakah sehat menggerutu di sepanjang jalan 37 kilometer?
Sabtu minggu lalu (23 Agustus 2025), dalam rombongan semobil aku melewati jalan layang itu bolak-balik. Pagi terpontal-pontal menuju Cikampek, sore terpontal-pontal lagi kembali ke Jakarta.
Di awal perjalanan pagi, aku sempat kesal juga. "Andaikata dana pembangunan jalan layang ini tidak dikorupsi sampai Rp 510 miliar, mungkin permukaannya bisa lebih mulus, sehingga pantatku tak perlu mantul-mantul di jok mobil," gerutuku.
Tapi kuusahakan juga menikmati perjalanan pagi itu. Berkas cahaya matahari di timur menembus celah gemawan, indah juga. Asap mesin pabrik di kawasan Cikarang mengepul ke arah barat; puitis juga.Â
Puitis kataku? Semprul, itu polusi udara, racun bagi paru-paru warga. Apa yang tampak puitis pagi itu, tak lebih dari proses pembunuhan manusia secara perlahan tapi pasti. Tidakkah itu menakutkan?
Sore harinya, dalam perjalanan pulang ke Jakarta, aku sudah menguatkan diri agar tak menggerutu. Bersyukurlah saja ada jalan layang MbZ yang bisa memangkas waktu tempuh, sehingga aku bisa lebih cepat tiba di rumah.Â
Demikianlah, di dalam mobil aku menikmati tubuhku sekali lagi terguncang dan terpontal di jok kiri depan. Tubuhku pasrah, tanpa daya resistif. Tiada guna melawan benda mati.
Menjelang Bekasi, pemandangan petang yang lembayung senja terhampar di cakrawaka barat. Matahari belum hendak terbenam tapi warna langit seakan surya tenggelam.Â
Jalan layang bergelombang naik turun, mirip ruas jalan perbukitan. Di sepanjang koridor kiri terentang rel kereta cepat Woosh. Sejumlah mobil berlarian di depan ke arah Jakarta dan di ruas kanan ke arah Cikampek. Tiang-tiang lampu penerangan tegak berbaris di kiri dan kanan jalan.Â
"Ini pemandangan petang yang indah," bisikku dalam hati. "Mengapa tidak diabadikan?" tanyaku.
Aku menjawab pertanyaan itu dengan mengeluarkan ponsel tua andalanku dari saku tas selempangku. Lalu, sambil tubuhku terpontal-pontal, aku mulai menangkap momen petang itu dari atas jalan layang MbZ.
Hasilnya? Aku bagikan di sini dengan warna apa adanya. Sentuhan penyuntingan hanya cropping saja, untuk membuang bagian yang tak perlu, semisal dasbor mobil dan benda-benda yang mengganggu komposisi di margin foto.
Melaju cepat di atas jalan layang, aku merasa seperti mengejar senja ke Jakarta, menghadangnya agar tak menjadi malam. Perasaan ini sebenarnya dipicu ingatanku tentang satu adegan dalam film Bram Stoker's Dracula, arahan sutradara legendaris Francis Ford Coppola.
Adegan itu menggambarkan Abraham van Helsing (Anthony Hopkins), ahli vampirisme dan Jonathan Harker (Keanu Reeves) berkuda mengejar senja ke kastil Count Dracula (Gary Oldman) untuk menyelamatkan Mina Harker (Winona Rider) dari penguasaan Dracula. Adegan itu menegangkan karena mereka harus tiba di kastil sebelum matahari terbenam, untuk membunuh Dracula yang belum bangun dari peti semayamnya.Â
Membayangkan diri sebagai van Helsing, dan pejabat korup sebagai dracula, aku merasa sedang berkuda mengejar senja ke Jakarta, untuk menghentikan dracula menghisap darah (uang) rakyat.Â
"dengan baji-baji terhunus di tangan, kami mengejar senja ke jakarta; hendak menghadang malam, agar mata para drakula menyaru penguasa tak bisa melihatnya; jangan sampai mereka menghisap darah kami di kegelapan"
Kuguratkan puisi itu untuk menggambarkan perasaanku (kompasiana.com, 23.08.25).
Ketika roda-roda mobil kami melindas aspal jalan di tepi timur kota Jakarta, matahari sudah menghilang di ufuk barat.
Rasanya sesak di dada, sebab misi menghabisi dracula gagal total. Hhh, mau jadi SJW sekali seumur hidup saja, kok susah banget, seh. [eFTe]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI