Siapa sih kompasianer yang tak senang bila artikelnya di Kompasiana dikomentari sesama kompasianer?
Atau adakah yang tak suka? Aneh bila ada kompasianer semacam itu.
Sialnya, faktual memang ada. Lebih sial lagi, kompasianer aneh itu aku sendiri.
Lha, kok bisa?
Ya, bisa aja. Apa sih yang gak bisa terjadi di Kompasiana? Puisi anggitan Pak Tjiptadinata, kompasianer tertua, saja bisa gagal AU. Sementara puisi Ayah Tuah bisa tembus AU. Padahal, dibanding Pak Tjip, umur Ayah Tuah itu gak ada apa-apanya.
Tapi segala sesuatu bisa dan harus dijelaskan. Juga soal ketaksenanganku bila kompasianer mengomentari artikelku.
Itu tak beraku umum. Hanya bila menyangkut tiga komentar yang mencerminkan kemalasan mengetik di bawah ini.
Menarik
Aku kesal jika rekan kompasianer memberi komentar "Menarik" di kolom komentar. Lebih kesal lagi kalau pada ruang penilaian dia sudah memencet tombol "Menarik". Maksudnya apa, ya. Penilaian "Menarik", komentar juga "Menarik". Itu berarti no idea at all, kan?
Maksudku begini. George Bernard Shaw, pemenang Nobel Sastra tahun 1925 asal Irlandia, pernah bilang:“If you have an apple and I have an apple and we exchange these apples then you and I will still each have one apple. But if you have an idea and I have an idea and we exchange these ideas, then each of us will have two ideas.”
Nah, aku kan sudah menganggit dan mengagihkan gagasan. Itu artinya aku berharap pertukaran gagasan, dong. Lha, kok cuma dikomentari "Menarik". Hitungannya, aku kan rugi, gak dapat barteran gagasan.