Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #059] Persetujuan di Pintu Gerbang Simarnaung

26 Juli 2021   16:21 Diperbarui: 20 Agustus 2021   12:46 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase foto oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa)

Sudah kokok ayam kedua kalinya.  Ibu Poltak sudah menyiapkan bekal.  Nasi dengan lauk sambal teri Medan dibungkus daun pisang. Minumnya kopi manis dalam termos.  Semua itu dibuntal dalam serbet taplak meja.  Poltak tinggal mencangklongnya di bahu.

Hari masih gelap saat Poltak dan ayahnya, bersama Si Gogo, kerbau jantan penarik halung, berangkat menuju hutan Simarnaung. Mereka menapaki jalan panglong berlumpur, mendaki menuju puncak Simarnaung, salah satu punuk Bukit Barisan.  Perjalanan yang relatif mudah untuk kerbau, tapi tidak untuk manusia.

Sepanjang jalan, Poltak tak bisa melihat apapun dengan jelas, kecuali siluet-siluet hitam semak, perdu, dan pepohonan.  Bukan sebuah perjalanan tamasya alam.

Setelah hampir dua jam perjalanan, Poltak dan ayahnya tiba di titik tujuan di tengah hutan Simarnaung.  Hari baru terang tanah. Bunyi serangga malam dan kicauan aneka burung menciptakan orkestra pagi di atap hutan, pada tajuk dan pucuk pepohonan.

"Duduk di sini saja, amang.  Tunggu di sini dengan kerbau kita.  Among mau tebang kayu dulu."

Poltak duduk meringkuk di lantai hutan.  Si Gogo berada di sampingnya, tertambat pada sebatang pohon kecil.  Kerbau itu sibuk meraih dan mengunyah dedaunan hutan.

Ayah Poltak, dalam jangkauan penglihatan, sibuk menebangi pohon-pohon muda seukuran lengan orang dewasa.  Dia mendapat proyek pembangunan kandang babi milik Camat Lumbanjulu.  Lokasinya di rawa sebelah selatan persawahan Panatapan.  Kayu bulat pohon-pohon muda itu akan digunakan sebagai bahan bangunan kandang.

"Kras kras kras ...."  Tiba-tiba terdengar bunyi langkah berat sekitar tigapuluh meter di sebelah kiri Poltak.  Hati Poltak kembut.  Si Gogo tampak resah.  Dia melangkah membentengi Poltak, sambil mendengus keras berulangkali.  Sikap siaga pada bahaya yang mengancam.  

"Hooooiiii!"  Tiba-tiba ayah Poltak berteriak sekeras-kerasnya sambil berlari ke arah Poltak dan Si Gogo.  Bersamaan dengan itu, terdengar bunyi langkah tadi seperti berlari cepat menjauh. Seiring burung-burung di atap hutan menghambur terbang kaget.

"Tak apa. Itu beruang. Mungkin mau cari madu," kata ayah Poltak menenangkan.  Si Gogo tampak kembali tenang.  Poltak juga, walau jantungnya masih berdebar kencang.  Ayah Poltak meneruskan pekerjaaannya menebang pohon.

Hari sudah terang saat ayah Poltak selesai menebang pepohonan.  Batang-batang pohon itu diikat dengan kabel pada  halung, kereta seret penarik balok.  Halung dikuncikan ke leher Si Gogo.  Saatnya perjalanan pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun