Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #059] Persetujuan di Pintu Gerbang Simarnaung

26 Juli 2021   16:21 Diperbarui: 20 Agustus 2021   12:46 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase foto oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa)

Molo dung binsar, mataniari. Lao panapuhon hauma i. Godang do ngolu siganup ari. Di namaringanan di ho, sambulonki

"Oh Tanah Batak, yang kucintai. Selalu rindu, aku padamu. Tak bisa tidur, tak terpejam mataku.  Aku selalu merindu, ingin selalu bersamamu.

Oh Tanah Batak, selalu ingin kupandangi. Aku akan datangi tanah kelahiranku. Oh Tanah Batak, kapankah masanya. Aku ingin berdiam padamu, tanah asalku.

Manakala terbit mentari. Menyuburkan hamparan sawah. Banyaklah penghidupan sehari-hari. Bagi penghunimu, tanah asalku"

Tak terasa air mata mengggenang di pelupuk mata Poltak.  Dia teringat akan cita-citanya menjadi pastor.  Dia membayangkan dirinya jauh dari kampung halaman, Panatapan yang dicintainya.  Ada perasaan berat di harinya meninggalkan tanah kelahirannya itu.

"Poltak, makan dulu.  Among sudah selesai."  Teguran ayahnya menyadarkan Poltak dari lamunannya.

"Olo, among," sahutnya lirih.  Lalu duduk dan mulai menikmati makanannya.  Nasi putih pulen dengan lauk sambal teri Medan, selamanya tak ada duanya.

Hening. Hanya dengus nafas Si Gogo yang terdengar.  Dan kicau burung di hutan.  Lalu bunyi seruputan kopi dari bibir ayah Poltak.

"Poltak.  Kalau kau nanti masuk seminari, belajarlah yang sungguh-sungguh.  Jangan kecewakan amongmu ini."

Poltak terdangak, menoleh ke wajah ayahnya.  Sinar matanya terkesan tak percaya, tapi juga memancarkan rasa bahagia. 

Ayahnya hanya tersenyum, tulus, tanpa tambahan kata.  Hanya ada bunyi seruputan kopi manis.  Lalu kepulan asam rokok dihembuskan dari celah bibir.  

Matahari di timur memancarkan sinar harapan dan semangat baru. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun