Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #029] Tuah Perjanjian Hariara Hapuloan

11 November 2020   19:01 Diperbarui: 12 November 2020   07:39 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian Kedua

AJEG

Sabtu adalah hari gembira untuk warga Panatapan. Dia berada di antara lima hari kerja penuh, Senin sampai Jumat, dan satu hari libur, Minggu.  Karena itu, Sabtu adalah hari setengah kerja setengah libur. 

Kadang, Sabtu malah libur kerja.  Karena para ibu dan nenek pergi ke onan, pekan di Tigaraja, Parapat. Sementara para ayah dan kakek pergi ke kedai kopi, menunggu isteri mereka pulang dari pasar.

Hari itu, Sabtu di awal tahun baru, Januari 1967. Pagi-pagi benar, Poltak bersama kakek dan neneknya berangkat berboncengan naik sepeda ke Hutabolon. Dari Hutabolon, nenek Poltak naik bus pekan-pekan ke Tigaraja bersama ibu-ibu dan nenek-nenek lain dari berbagai kampung. Sementara Poltak dan kakeknya menunggu sambil melakukan beberapa urusan.

"Ayo, kita minum dulu di kedai Ama Rosmeri."   Ajakan yang paling dinanti Poltak dari kakeknya datang juga.  

"Dua teh manis.  Jangan lupa lampet."  Kakek Poltak memesan teh dan lampet, kue putu khas Batak, kepada Ama Rosmeri.

Menikmati segelas teh manis dan dua buah lampet. Itulah kemewahan yang paling diidamkan Poltak. Tidak semua anak Panatapan bisa mendapatkannya. Hanya Poltak.  Tidak Binsar, tidak juga Bistok.

"Jadi, Si Poltak sudah siap masuk sekolah tahun ini?"  Tiba-tiba seorang lelaki paruh-baya mendekat dan duduk di seberang meja, berhadap-hadapan dengan Kakek Poltak.  Di tangannya dia menggenggam sebuah buku tulis.

Lelaki paruh baya itu adalah Guru Henok, kepala Sekolah Dasar Hutabolon.  Perbawanya menebar hawa wibawa.  Perawakannya agak gemuk. Wajahnya teduh, bibirnya selalu menyebar senyum ramah.

"Begitulah, Lae.  Saya mau mendaftarkannya sekarang."  Kakek Poltak mengiyakan.

"Baguslah.  Saya catat namanya, ya."  Guru Henok mengambil pulpen dari saku kemejanya.  Lalu membuka buku tulisnya. "Siapa nama lengkapmu, amang?"  Poltak malu-malu mengeja nama lengkapnya.  Juga tempat dan tanggal lahir yang telah dihafalkannya dari Surat Permandian.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun