"Malulah aku, Poltak. Â Tak bisa tangkap ikan, tapi nanti diberi ikan juga sama Amangtua." Â Bistok memelas. Â
Ama Ringkot itu terbilang amangtua Bistok, abang bapaknya, walau bukan saudara sekandung.
Poltak, Si Berang-berang, jatuh iba pada Bistok, temannya itu. Â Tak sampai hati dia melihat wajah Bistok memelas macam beruk berduka.
"Sini embermu, Bistok." Â Poltak meminta ember Bistok. Â Lalu dengan cepat memindahkan sejumlah ikan mas dari embernya ke ember milik Bistok. Â
"Ini ikan tangkapanmu," kata Poltak sambil mengangsurkan kembali ember kepada Bistok.
"Mauliate ma, Poltak," balas Bistok dengan senyum lebar, selebar telapak kakinya, mungkin.
Panen usai. Semua ikan mas sudah terkumpul. Ama Ringkot membagi-bagikan imbalan ikan mas kepada warga yang ikut membantunya. Â
Hitungannya tiga sampai empat ekor per keluarga. Tergantung jumlah tangkapan dan ukuran keluarga. Ama Ringkot sudah hafal rumus pembagian itu.
Poltak, Binsar, dan Bistok masing-masing memperoleh tiga ekor ikan mas besar untuk dibawa pulang. Â
Karena kakek Poltak adalah tetua kampung, maka ada tambahan satu ekor lagi untuk Poltak, sehingga semua empat ekor. Â Ditambah lele, gabus dan pora-pora, ikan perolehan Poltak lumayan banyak juga.
"Bistok. Ini ambil seekor lele untuk Ompung, ya?" Poltak memberikan seekor lele kepada Bistok. Â