"Silakan, Dek Profesor," ejek Dina.
"Pertama, jangan terlalu percaya sama label. Kedua, yang lebih penting dari nama adalah isi. Ketiga, jadilah udang---karena dia menunjukkan jati diri ketika diuji panas."
Mereka tertawa bersama.
Namun di dalam hati Naya, ada cahaya kecil yang tumbuh. Siang itu ia belajar bahwa hidup seringkali penuh ironi: kakap merah yang tak merah, udang yang merah meski bukan udang merah. Tapi dari ironi itulah Allah menitipkan pelajaran bijak---bahwa manusia tak diukur dari namanya, tapi dari apa yang keluar dari hatinya ketika diuji.
Dan hari itu, di meja makan sederhana, kakap dan udang menjadi guru kehidupan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI