Naya mengangkat alis, tertarik. "Jadi, maksud Kakak, perutku ini sedang menyampaikan kuliah filsafat dari seekor ikan kakap?"
"Ya, bisa dibilang begitu," jawab Dina sambil tersenyum nakal. "Allah itu memang suka kasih kita pelajaran lewat hal-hal kecil. Bahkan lewat ikan yang kau perdebatkan warnanya."
Naya meletakkan sendoknya, lalu menatap serius. "Aku jadi mikir, Kak. Jangan-jangan kita juga sering begitu. Pengen dikenal dengan satu label, padahal dalamnya beda. Misalnya, aku pengen dikenal sebagai 'orang sabar'. Tapi kalau diganggu sedikit, aku meledak. Jadi kayak kakap merah yang nggak merah."
Dina tersenyum lebar. "Itulah makanya kita diajarkan untuk jujur sama diri sendiri. Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging, jika ia baik, maka seluruh jasad baik; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad itu. Itulah hati.' Nama bisa menipu, tapi hati nggak bisa."
Naya mengangguk pelan. "Berarti tugas kita bukan sekadar mempertahankan label, tapi menjaga isi hati, ya?"
"Iya, Dek," jawab Dina sambil menepuk bahunya. "Kamu nggak perlu jadi 'kakap merah' yang mati-matian harus merah. Jadilah udang. Biarpun namanya bukan 'udang merah', tapi ketika diuji panas, ia menunjukkan jati diri yang asli. Merah, matang, siap disantap."
Naya meledak tertawa. "Jadi intinya aku harus jadi udang? Hahaha, kalau gitu nggak heran aku suka loncat-loncat kalau kepanasan."
Perdebatan itu akhirnya berubah jadi canda. Namun di balik tawa, ada sesuatu yang mereka sadari: betapa mudahnya manusia terjebak pada label. Mereka menilai orang dari nama, pekerjaan, pakaian, bahkan status sosial---tanpa pernah benar-benar mengenal hati yang tersembunyi.
"Kak," kata Naya sambil menopang dagu, "aku baru paham. Sering kali kita terlalu sibuk mempertahankan citra. Padahal citra bisa hilang, bisa berubah, kayak warna ikan. Tapi karakter sejati itu nggak bisa disembunyikan selamanya."
Dina mengangguk. "Betul. Dan Allah nggak pernah menilai dari label kita, tapi dari takwa kita. 'Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa'. Jadi jangan habiskan energi buat kelihatan 'merah', padahal aslinya pucat. Lebih baik jaga hati, biar apapun namanya, isinya tetap baik."
Setelah perut kenyang, Naya bersandar di kursi. "Jadi, Kak, boleh aku simpulkan?"