Mohon tunggu...
Agung Nugroho
Agung Nugroho Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman IPB

Wonogiri, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Merancang Pertanian 2030

11 Agustus 2020   20:56 Diperbarui: 11 Agustus 2020   21:04 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa aspek penujang maupun pengembangan dapat ditambahkan dalam sistem ekologi pertanaman refugia, tertragonula dan biomulsa untuk menciptakan ekologi yang lebih kompleks ramah lingkungan dan pertanaman berkelanjutan yang mengandalkan sumber daya alam yang ada. 

Semakin kompleks jaringan ekologi dalam pertanian semakin baik dampaknya bagi lingkungan. Hal-hal penunjang ini meliputi praktik-praktik pengolahan tanah, teknik konservasi air, dan pengendalian nabati-hayati.

Pengolahan tanah ramah lingkungan dengan berbagai pupuk hayati 

Untuk mewujudkan pertanian bebas bahan kimia butuh input pengganti pupuk anorganik yakni pupuk organik. Penggunaan pupuk organik atau yang dikenal dengan istilah pertanian alami (back to nature farming) dilakukan untuk mengganti ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik sekaligus untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pupuk anorganik. Ada berbagai cara untuk mengolah limbah organik menjadi pupuk kompos (organik). 

Berbagai bahan disekitar kita dapat dijadikan pupuk organik. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan (Simanungkalit dan Suriadikarta, 2006).

Secara alami bahan organik akan terurai menjadi kompos, namun dengan membiarkannya begitu saja, proses pengomposannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu diperlukan aktivator yang berfungsi untuk mempercepat proses pengomposan (Sofian 2006). 

Untuk lahan pertanian kecil yang umumnya tidak memiliki integrasi dengan perternakan maupun perikanan, bahan-bahan organik/ sampah organik dapat diolah menjadi pupuk kompos melalui aktivator dekomposer Microbacter Alfaafa-11, Bakteri EM-4. Selain bakteri, mikroba jamur Trichoderma sp. Juga mampu mendekomposisi serasah melalui aktivitas selulolitiknya (Tjitjih 1995).  Untuk menambah kesuburan tanaman dapat ditambahkan kascing (vermikompos) yaitu kotoran cacing beserta bekas media berkembangnya dari proses dekomposisi limbah organik oleh cacing.

Sedangkan pada area lahan pertanian sedang dan luas yang memiliki integrasi peternakan dan kolam ikan. Limbah atau kotoran peternakan maupun perikanan dapat diolah menjadi pupuk organik juga yakni; dari  peternakan dapat dibuat bokashi dan superbokashi sedangkan limbah kolam ikan dapat dikembangkan pupuk organik cair (bioflok) sebab kandungan bahan organik pada lumpur kolam ikan dapat dimanfaatkan untuk budidaya pertanian yaitu dijadikan sebagai bahan dasar pupuk (Santari 2018).

Sebagai alternatif tambahan dapat diberikan cocopeat untuk menambah kesuburan tanaman. Serbuk sabut kelapa (cocopeat) merupakan limbah pengupasan buah kelapa yang belum banyak digunakan sebagai media tanam. Cocopeat adalah serbuk halus sabut kelapa yang dihasilkan dari proses penghancuran sabut kelapa. 

Cocopeat dapat menahan kandungan air dan unsur hara karena pori-porinya yang besar serta membuat sirkulasi udara yang baik pada pertanaman karena memiliki rongga udara yang tidak padat (Khotimah et al. 2008). 

Selain digunakan secara langsung ketanah cocopeat dapat dicampurkan dengan bahan organik pengomposan. Penelitian Yau dan Murphy (2000)  pengolahan cocopeat dengan penambahan stater dekomposer Trichoderma sp. yang dikomposkan tiga bulan memiliki nisbah Rasio C/N rendah kandungan kapasitas tukar kation dan asam humik tinggi yang dapat menambah kesuburan tanah.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun