Dengan kompleks tanaman refugia telah membuktikan mampu meningkatkan kelimpahan, keragaman spesies serangga dibandingkan sistem monokultur tanpa penambahan refugia pada pertanaman.Â
Rizka (2015) menunjukkan bahwa pada pola tanam monokultur terjadi peledakan hama, sedangkan polikultur acak maupun polikultur selang seling dengan refugia Tagetes patula (Tahi ayam), Ocimum sanctum (Kemangi), Crhysantemum coccineum (Krisan) dan Cosmos caudatus (Kenikir) menurunkan populasi hama penting pada pertanaman brokoli secara signifikan. Sedangkan Rizky (2020) menyebutkan penambahan refugia pada percobaan pertanaman padi memiliki nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener  dengan keanekaragaman tinggi hingga sedang.
Adanya refugia menambah keragaman serangga pada pertanaman, hal ini mendukung ekologi berkelanjutan pada peratanaman. Hal ini untuk menjawab isu kerusakan lingkungan karena penggunaan insektisida, dengan metode ini penekanan populasi dialihkan dengan memanfaatkan musuh alami.Â
Cara cara penekanan hama jika mendekati ambang ekonomi dapat dipadukan dengan insektisida nabati ramah lingkungan yang akan dibahas di bab selajutnya. Dengan adanya refugia berbunga juga mendukung lingkungan yang nyaman lebah penyerbuk dan musuh alami untuk hidup, dengan ini mampu menjawab isu penurunan populasi penyerbuk dan musuh alami.
Introduksi Tetragonula untuk memaksimalkan produktifitas dan ekonomi
Tetragonula merupakan genus lebah penyerbuk tak bersengat yang mampu menghasilkan madu. Lebah ini termasuk lebah lokal liar yang belum banyak dibudidayakan di Indonesia.Â
Budidaya lebah umumnya masih pada golongan lebah Aphis spp. golongan lebah bersengat. Keunggulan lain Tetragonula adalah mempunyai potensi tinggi untuk meningkatkan produksi pertanian karena berukuran kecil dan mudah untuk berkembang biak. Serangga ini juga memiliki daya adaptasinya tinggi terhadap tekanan dan perubahan lingkungan, penanganannya mudah, aktivitasnya tinggi, dan menghasilkan propolis yang tinggi (Djajasaputra 2010).Â
Berkaitan dengan jasanya untuk menyerbuki tanaman, menurut Zidni (2020) Â Tetragonula mampu menyumbang nilai ekonomi tinggi dibanding peryerbukan dengan angin.Â
Dalam penelitiannya pada subjek tanaman mentimun juga menyebutkan bahwa jika petani hanya mengandalkan angin untuk proses penyerbukan maka diestimasikan adanya kerugian usaha tani 16 juta rupiah per hektar sedangkan kehadiran Tetragonula memberikan keuntungan 15 juta rupiah per hektar, 81 kali lipat dibandingkan penyerbukan angin. Â Hal in berarti penghasilan pangan luar biasa efektif dengan bantuan serangga ini.
Meskipun produktivitas madu Tetragonula lebih rendah dibandingkan madu bersengat, tetapi harga madu ini lebih mahal (Erwin Dishut). Selain itu potensi lebah Tetragonula dalam menghasilkan propolis jauh lebih tinggi dibanding lebah lainnya dan mengingat bahwa harga propolis sangat mahal di pasaran, hal ini merupakan peluang bagi masyarakat untuk dapat membudidayakannya.Â
Berdasarkan liputan oleh Artdiyasa et al. (2010), hingga saat ini permintaan pasar terhadap propolis terus meningkat dan mencapai peningkatan 20% per tahun oleh sebab manfaatnya yang sangat baik bagi kesehatan manusia.
