Wajah pertanian kedepan bukan saja bertujuan mengedepankan kuantitas tetapi juga berkualitas dan sehat, serta mampu memperbaiki dan menghasilkan lingkungan yang bersih, dengan mempertimbangan faktor ekonomi dan sosial. Ekologi dalam pertanian berkelanjutan menjadi dasar untuk membentuk pertanian kedepan.
Intensifikasi ekologis sebagai strategi untuk menjamin pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan menuntut adanya integrasi antara keberadaan layanan/jasa ekosistem dengan kebijakan yang ada. Artinya rancangan yang diterapkan haruslah rancangan yang dapat menjamin layanan/jasa ekosistem. Saat ini, berkembang sebuah paradigma baru, sebagai strategi yang dipercaya dapat digunakan untuk mencapai pertanian berkelanjutan. Paradigma tersebut adalah intensifikasi ekologis (ecological intensification). Intensifikasi ekologis adalah segala usaha yang memaksimalkan produktifitas dengan meminimalkan dampak negatif dari produksi pertanian, melalui integrasi pengelolaan layanan/jasa ekosistem kedalam sistem produksi tanaman (Boomoarco et al. 2013).
Beberapa input perlu dimasukkan untuk membangun ekologi yang berkelanjutan. Berikut adalah cara-cara gagasan penulis untuk membangun ekologi terintegrasi berkelanjutan:
Introduksi refugia sebagai repellent hama dan rumah serangga berguna
Refugia merupakan vegetasi tanaman yamg mampu memikat arthropoda bermanfaat untuk memberikan perlindungan dari ganguan ekologis disekitarnya (Kurniawati & Martono 2015).Â
Dalam bidang perlindungan tanaman, penggunaan istilah refugia mengarah pada vegetasi khusus yang ditanam maupun tumbuh alami untuk mendukung upaya pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT). Upaya tersebut dikenal sebagai manipulasi habitat yang menyokong pengendalian hayati konservasi karena mampu menghadirkan berbagai musuh alami yang dapat menekan pupulasi hama.
 Banyak Jenis tanaman refugia yang dapat dimanfaatkan antara lain kenikir (Cosmos sulphureus); bunga matahari (Helianthus annuus); bunga kertas (Zinnia elegans); dan wijen, (Sesamum indicum) (Rizky 2020). Wahyuni et al. (2013) juga menyebutkan refugia dari jenis tanaman berbunga, antara lain Ruellia malacosperma (Acanthaceae), Cosmos caudatus, Wedelia trilobata (Asteraceae), Impatiens balsamina (Balsaminaceae), Euphorbia milii (Euphorbiaceae), dan Arachis hypogaea (Fabaceae).Â
Beberapa tanaman yang umumnya dikenal masyarakat sebagai gulma ternyata adalah tanaman refugia, yakni babadotan (Ageratum conyzoides), Ajeran (Bidens pilosa L.), Bunga tahi ayam (Tagetes erecta). Â
Hal menarik bahwa gulma Tagetes erecta juga menimbulkan efek repellent terhadap serangga hama karena baunya (Kusheryani 2006) dan kandungan mahkota dari Tagetes erecta mengandung -terthienyl, yang dapat menghambat bakteri gram positif dan jamur (aktivitas bakterisida dan fungisida) sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit tanaman (Vasudevan et al. 1997).
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai jenis-jenis Arthropoda yang ditemukan pada tanaman refugia, khususnya tanaman-tanaman berbunga. Wahyuni et al (2013) melaporkan bahwa setidaknya ditemukan enam belas famili dari Arthropoda yang berperan sebagai predator pada tanaman refugia. Sejati (2010) menunjukkan bahwa parasitoid juga ditemukan pada tanaman refugia, di antaranya Ichneumonidae dan Braconidae. Parasitoid merupakan seragga hymenoptera yang berguna karena sifatnya menjadi parasit pada serangga hama.