> "Kita semua percaya padamu, Kecik. Mainkan dakon seperti biasa. Biarkan Dewata yang menentukan."
---
Di panggung utama, Mahapatih berdiri tenang di samping Sang Raja. Pandangannya mengarah ke kerumunan peserta. Namun ia tak melihat Roro Kecik secara langsung---ia merasakan keberadaannya. Seperti cahaya lilin mungil di antara tonggak-tonggak api.
> "Yang Mulia..." bisik Mahapatih pelan. "Itulah dia. Gadis kecil dari Desa Ngrandu. Yang saya ceritakan..."
Sang Raja menoleh. Pandangannya terhenti pada sosok mungil yang berdiri agak di belakang peserta lain. Seorang anak perempuan dengan wajah polos dan sorot mata... penuh luka, tapi juga penuh bara.
Raja Talasindra mengerutkan kening. Mulutnya tak berkata, tapi dadanya tergetar.
> "Dia... seperti Kenanga kecil..." gumamnya dalam hati. "Ringkih, halus, namun menyimpan badai. Mungkinkah... dia adalah titik balik negeri ini?"
---
Sementara itu, Putri Kenanga hadir di balik tirai istana, menyaksikan arena dari balkon rahasia. Ia nyaris enggan keluar, namun demi memenuhi panggilan ayahnya dan demi kesejahteraan rakyat, ia pun datang.
Tapi di antara kerumunan besar itu, pandangan sang putri terkunci. Pada sosok mungil yang berdiri membawa dakon di punggungnya.
> "Astaga..." napasnya tercekat.