Mohon tunggu...
Motulz Anto
Motulz Anto Mohon Tunggu... Creative advisor

Kreativitas - Teknologi - Kebudayaan | Pemerhati kebijakan sosial | Pengamat dan Penikmat Kreativitas, Pelaku Kreatif | Ekonomi Kreatif | Artificial Intelligence (AI)

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Waspada Mobilisasi dengan Narasi dan AI

17 September 2025   08:27 Diperbarui: 17 September 2025   11:00 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Koleksi pribadi buatan AI)

Beberapa waktu lalu ada video kocak di TikTok: seorang anak perempuan berdebat dengan ibunya soal sebuah video. Si anak ngakak menjelaskan, "Itu editan AI, Bu." Tapi si ibu tetap ngotot bilang itu asli. Netizen ketawa, saya cuma senyum miris... sekaligus cemas. Kenapa? Karena inilah tanda zaman yang sedang kita hadapi.

Beberapa minggu terakhir, makin banyak video buatan AI berseliweran. Ada yang lucu, ada yang absurd, tapi ada juga yang sengaja dibuat untuk menggiring opini. Pertanyaannya: apakah AI bisa dipakai untuk mobilisasi massa? Jawabannya: bisa banget.

Tiga Cara Mobilisasi Massa

Dalam ilmu propaganda, cara menggerakkan orang dalam jumlah besar sudah lama dipakai. Setidaknya ada tiga:

1. Kekuasaan (otoritatif)

Menggerakkan massa dengan kekuasaan. Misalnya, kuasa guru ke murid, bos ke bawahan, komandan ke prajurit. Selama ada jabatan, orang patuh. Tapi begitu jabatan dicabut, kuasanya hilang.

2.Hadiah (reward)

Menggerakkan massa dengan dibayar. Bisa uang, bisa nasi bungkus. Efektif sih, tapi boros banget karena butuh biaya besar.

3. Narasi (gagasan)

Menggerakkan massa dengan orasi narasi dan janji. Ini yang paling murah, paling efektif, sekaligus paling berbahaya namun butuh waktu penetrasi lebih lama. Narasi bisa berupa cerita, janji, harapan, atau emosi kolektif. Kalau sudah masuk ke hati, manusia dapat bergerak sukarela, tanpa perlu dipaksa.

Sejak dulu, metode dengan narasi ini jadi senjata klasik. Bahkan dari zaman nabi, gagasan disampaikan ke segelintir orang, kena ke hati, lalu ikut menyebarkan, sampai akhirnya sanggup menggerakkan ribuan manusia, hingga jutaan.

Perjalanan Narasi Lewat Media

  • Era cetak: penyebaran narasi lewat pamflet, poster, buku. Gagasan bisa menyebar, membentuk bangsa dan peradaban.
  • Era elektronik: lewat radio dan televisi. Narasi bisa menjangkau lebih luas, lebih cepat. Politisi pun berlomba menguasai TV.
  • Era internet & media sosial: levelnya lain. Super cepat, super luas. Pemerintah bisa jatuh hanya karena gelombang narasi yang viral. Kasus Facebook--Cambridge Analytica, Brexit, Suriah, Myanmar, bahkan Amerika jadi contohnya.

Masuk Era AI (artificial intelligence)

Sekarang kita berada di babak sejarah baru: AI. Dulu, bukti visual adalah standar kebenaran. "No pic = hoax." Kalau tidak ada foto atau video, maka informasi atau cerita bisa dianggap bohong.

Tapi kini, foto dan video pun bisa dengan sangat mudah dan cepat dipalsukan. AI dengan begitu mudah menghasilkan visual yang sulit dibedakan dari kenyataan. Orang terperdaya, media massa pun sering kelabakan. Perbedaan generasi juga makin terasa: yang muda bilang itu video editan, sementara yang tua bersikeras itu video asli.

Narasi + Media Sosial + AI + Reward = Ancaman Luar Biasa

Nah sekarang, coba bayangkan: sebuah perpaduan antara narasi kuat, dipasang di medsos, dipoles dengan AI, lalu ditambah hadiah atau reward. Itulah fenomena baru yang muncul di peristiwa demo beberapa waktu lalu: konten kreator mengejar giveaway, token, bahkan transfer real-time lewat fitur LIVE streaming di tengah demo. Semua orang bereaksi: antara kagum, kaget, bingung, bahkan cemas.

Dan jangan salah, skema ini bukan cuma terjadi untuk demo saja. Bisa juga untuk momen kecelakaan, bencana, bahkan konflik. Visual darah, kecelakaan, rusuh, adegan ketakutan, kepanikan, dan sejenisnya, semua itu sudah menjadi tontonan biasa di media sosial --- semua video tersebut bisa langsung masuk ke layar ponsel kita, termasuk ke anak-anak dan orang tua kita.

Video Asli Buatan AI

Kembali ke perdebatan ibu dan anak soal video "asli atau editan AI" tadi itu kelihatan sepele, tapi menyimpan pesan besar. Generasi muda lebih melek teknologi digital, generasi lama masih percaya pada sekedar visual. Celah inilah yang membuat upaya melakukan mobilisasi massa di era AI menjadi makin mudah dan makin berbahaya --- sekaligus makin tak terbendung.

Semoga fenomena ini bukan sekadar jadi bahan ketawa di medsos, tapi juga jadi perhatian serius. Karena yang dipertaruhkan bukan cuma opini, tapi arah pergerakan masyarakat, bahkan bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun