Beberapa waktu lalu ada video kocak di TikTok: seorang anak perempuan berdebat dengan ibunya soal sebuah video. Si anak ngakak menjelaskan, "Itu editan AI, Bu." Tapi si ibu tetap ngotot bilang itu asli. Netizen ketawa, saya cuma senyum miris... sekaligus cemas. Kenapa? Karena inilah tanda zaman yang sedang kita hadapi.
Beberapa minggu terakhir, makin banyak video buatan AI berseliweran. Ada yang lucu, ada yang absurd, tapi ada juga yang sengaja dibuat untuk menggiring opini. Pertanyaannya: apakah AI bisa dipakai untuk mobilisasi massa? Jawabannya: bisa banget.
Tiga Cara Mobilisasi Massa
Dalam ilmu propaganda, cara menggerakkan orang dalam jumlah besar sudah lama dipakai. Setidaknya ada tiga:
1. Kekuasaan (otoritatif)
Menggerakkan massa dengan kekuasaan. Misalnya, kuasa guru ke murid, bos ke bawahan, komandan ke prajurit. Selama ada jabatan, orang patuh. Tapi begitu jabatan dicabut, kuasanya hilang.
2.Hadiah (reward)
Menggerakkan massa dengan dibayar. Bisa uang, bisa nasi bungkus. Efektif sih, tapi boros banget karena butuh biaya besar.
3. Narasi (gagasan)
Menggerakkan massa dengan orasi narasi dan janji. Ini yang paling murah, paling efektif, sekaligus paling berbahaya namun butuh waktu penetrasi lebih lama. Narasi bisa berupa cerita, janji, harapan, atau emosi kolektif. Kalau sudah masuk ke hati, manusia dapat bergerak sukarela, tanpa perlu dipaksa.
Sejak dulu, metode dengan narasi ini jadi senjata klasik. Bahkan dari zaman nabi, gagasan disampaikan ke segelintir orang, kena ke hati, lalu ikut menyebarkan, sampai akhirnya sanggup menggerakkan ribuan manusia, hingga jutaan.
Perjalanan Narasi Lewat Media
- Era cetak: penyebaran narasi lewat pamflet, poster, buku. Gagasan bisa menyebar, membentuk bangsa dan peradaban.
- Era elektronik: lewat radio dan televisi. Narasi bisa menjangkau lebih luas, lebih cepat. Politisi pun berlomba menguasai TV.
- Era internet & media sosial: levelnya lain. Super cepat, super luas. Pemerintah bisa jatuh hanya karena gelombang narasi yang viral. Kasus Facebook--Cambridge Analytica, Brexit, Suriah, Myanmar, bahkan Amerika jadi contohnya.
Masuk Era AI (artificial intelligence)
Sekarang kita berada di babak sejarah baru: AI. Dulu, bukti visual adalah standar kebenaran. "No pic = hoax." Kalau tidak ada foto atau video, maka informasi atau cerita bisa dianggap bohong.
Tapi kini, foto dan video pun bisa dengan sangat mudah dan cepat dipalsukan. AI dengan begitu mudah menghasilkan visual yang sulit dibedakan dari kenyataan. Orang terperdaya, media massa pun sering kelabakan. Perbedaan generasi juga makin terasa: yang muda bilang itu video editan, sementara yang tua bersikeras itu video asli.
Narasi + Media Sosial + AI + Reward = Ancaman Luar Biasa