Sidoarjo, akhir April 2014. Saya tercengang melihat ‘keajaiban’ yang berlangsung di kawasan semburan lumpur. Bukan karena semburannya yang konon mencapai ketinggian hingga 15 meter, tapi ada pemandangan yang selama ini diluar nalar logis saya.
Ganjil, bisa disebut begitu. Ya setidaknya berbeda 180 derajat dengan logika dan kabar yang selama ini diberitakan media massa. Biar gak disebut lebay ceritanya begini gan….
Karena urusan pekerjaan, saya ke Surabaya dan Sidoaro. Ketika mendarat di Surabaya terbersit keinginan untuk melihat lokasi semburan lumpur. Hari pertama dan kedua sibuk dengan tugas. Meski bolak-balik melintasi area semburan lumpur Sidoarjo, saya gak sempat mampir.
“Mudah-mudahan hari terakhir, hari ketiga deh bisa mampir,” saya hanya berkata dalam hati ketika melalui jalan raya disamping tanggul lumpur yang begitu panjang.
Jreng…. Kerjaan selesai, mampir deh! Tiba di tanggul disamping jalan raya, saya disambut beberapa orang, yang menawarkan jasa ojek keliling tanggul. “Wisata lumpur mas,” kata mereka.
“Aih…., ” dalam hati “bisa aja nih mereka memanfaatkan peluang.” “Oke Cak berapa ongkosnya,” tanya saya sedikit berlogat jawa timuran, maksudnya biar dikasih murah hehehehe. “Tiga puluh ribu mas,” kata pria berperawakan tambun yang mengaku bernama cak Winardi.
“Oke tarik Cak….” Berkelilinglah daku diatas tanggul lumpur, hemmmmm… luas sekali, konon tiga kecamatan rata direndam lumpur, gilee bener…. Bisa berapa lapangan bola tuh.
Eit… saat sedang asyik menikmati padang lumpur dan sambil mendengarkan tourguide (cak ojek Nardi) bercerita soal rumahnya yang terendam, tiba2 mata ini terantuk pada pemandangan menakjubkan.
Di salah satu sisi lautan lumpur ada sekitar sepuluhan orang memegang kail. “Wess…. Lelucon apa sandiwara ini!” gumamku. “Cak, Cak, tolong antarkan saya kesana ke tempat orang yang mancing itu,” pintaku kepada Cak Nardi.
Saya mencoba menyapa, sambutan mereka kurang begitu ramah. “Darimana Mas,” bertanya dengan nada yang sedikit menelisik dan membentengi diri. “Wisata lumpur Pak, saya dari Jakarta,” jawab saya sekenanya. “Oh….” sambutnya sambil kembali terlihat konsentrasi ke joran.
Saya pun mengeluarkan kamera DSLR. Berniat ingin mengabadikan momen yang menurut saya langka. “Jangan di foto Mas,” teriak salah satu dari mereka. Saya kembali memasukkan kamera ke tas. Perlahan saya keluarkan ponsel saya dari saku.
Saya berpura-pura membaca SMS, namun sebenarnya menyiapkan kamera ponsel. Ku ambil gambar beberapa scene tanpa mereka tahu. “Hihihi… maaf ya Pak, saya ambil gambar cuma buat oleh-oleh.”
Tak lama ikan mujair sebesar telapak tangan nyangkut di kail mereka. “Wuis mantap, mancing mania!” teriak salah satu dari mereka. Hanya selang beberapa detik teman sebelahnya pun mengangkat joran. Diikuti teman lainnya, seolah saling bersahutan.
Suasana mulai mencair. Saya pun mulai berbincang ringan dengan mereka. “Saya tadi mulai mancing dari jam 9 pagi Mas, biasanya paling sampe jam 3 sore pulang,” jelas pria yang mengaku bernama Kiki ini.
“Kemarin,” sambung Kiki, “Saya dapat 6 kiloan, lumayan buat makan. Sebenarnya bisa lebih dari 6 kilo, karena kalau saya dapat yang kecil-kecil gak saya ambil, saya lepaskan lagi,” jelas pria yang mengaku warga Porong ini.
Kalau melihat intensitas mereka mengangkat joran, yang hanya dalam hitungan menit, bahkan detik, pasti populasi ikannya cukup banyak. “Kok nggak dijala saja Pak,” tanya saya. “Wah saya bisa dimarahi banyak orang kalau pakai jala, ini kan hiburan untuk semua orang Mas,” jawabnya.
Suasana mencair saya pun kembali mengeluarkan kamera DSLR. Jepret, jepret, deh ambil gambar, mereka diam aja, hihihihi.
Mancing ikan hal biasa. Ini menjadi aneh, ganjil, dan gak logis karena mancingnya di kubangan lumpur Sidoarjo, dan masih di dalam area tertanggul, bukan di luar area tanggul.
Kenapa ganjil? Karena selama ini kita tahu dari pemberitaan bahwa lumpur Sidoarjo mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Tak tanggung-tanggung yang menyampaikan itu adalah LSM sekelas Walhi, bahkan menteri Lingkungan hidup juga menyampaikan hal yang sama.
Dulu sempat rame soal kontroversi lumpur yang dibuang ke laut lewat kali Porong, karena berbahaya bisa membunuh habitat sepanjang sungai dan laut. Bahkan bisa mencemari lingkungan sekitar sungai.
Waks… nyatanya sekarang ikan hidup di kubangan lumpur Sidoarjo. Dan…. Lumpur juga sudah dibuang ke laut via sungai Porong. Tidak terjadi apa-apa…. Lingkungan sekitar sungai tetap aman.
Hem yang lebay sapa nih? LSM, Pemerintah, atau Media? Kok bisa sih membuat kecemasan yang sangat kepada warga? Teganya….teganya….
[caption id="attachment_335458" align="aligncenter" width="420" caption="Mancing Mujair di Lumpur Sidoarjo (Lapindo)"][/caption]
[caption id="attachment_335461" align="aligncenter" width="480" caption="Lumpur Dibuang Ke kali Porong Aman"]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI