Mohon tunggu...
nulisnyaM
nulisnyaM Mohon Tunggu... writer opinion

Jadikan segalanya menjadi sumber kebaikan yang mengantarkanmu pada keridhoan-NYA. اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Delapan Dekade Merdeka, Pendidikan dan Kesehatan masih Jauh dari Harapan

16 September 2025   12:46 Diperbarui: 16 September 2025   12:46 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Delapan dekade merdeka, Pndidikan dan Kesehatan masih Jauh dari Harapan. (Sumber foto : https://gemini.google.com)

oleh: M

Delapan dekade bukanlah usia muda untuk  sebuah negeri yang katanya sedang berbenah menuju Indonesia Emas 2045. Tentu ini masih menjadi wacana yang diselimuti banyaknya persoalan dan kemelut yang melingkari Kemerdekaan Indonesia yang sejatinya masih terjajah. Walhasil eksistensi Pendidikan dan Kesehatan yang terus digaungkan untuk dimajukan, nyatannya hanya sebuah formalitas hitam diatas putih tanpa ada realisasi tindak lanjut untuk diperbaiki.

Merujuk pada Pendidikan hari ini, terlihat jelas kondisinya semakin  absurd dari apa yang diamanatkan oleh undang-undang, pendidikan sendiri masih menjadi layanan publik yang belum merata terakses untuk seluruh rakyat.

Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan atau sekolah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun. Ini setara dengan lulusan kelas 9 atau sekolah menengah pertama (SMP). Ini terlihat bahwa masih banyak penduduk yang belum dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Ini pun didukung oleh pernyataan Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan meski terjadi peningkatan dibandingkan 2023 (9,13Tahun), capaian ini baru sedikit melewati target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ditetapkan sebesar 9,18 tahun. Karena berdasarkan data BPS pada 2024, mayoritas pendidikan Indonesia berusia di atas 15 tahun yang memiliki  Ijazah SMA atau sederajat sekitar 30,85%. (Mnews, 8-5-2025)

Melihat data dan fakta yang mendukung, masih banyak masalah di sektor pendidikan yang hanya dibiarkan semrawut oleh para pemangku kuasa, sebagai contoh  ketidakadilan pada kualitas pendidikan antara kota dan desa yang sangat terasa ketimpangannya, banyak sekolah rusak dan tidak layak untuk dijadikan tempat serta ruang menimba ilmu, apakah ini bukan ketimpangan namanya ? sedang sekolah dengan fasilitas memadai dan sekolah yang bahkan tidak layak disebut bangunan sekolah.

Tentu ini hanya memunculkan beribu piramida kesenjangan yang tak pernah selesai, terdapat anak didik yang diberikan fasilitas kemudahan dalam transportasi untuk berangkat sekolah, sementara dipelosok daerah 3 T banyak anak didik yang harus menempuh kiloan meter menyusuri tanah becek, menyenberangi arus sungai yang deras dengan seutas tali dan papan seadanya, bahkan mirisnya berjalan kaki tanpa alas kaki yang layak demi dapat bersekolah meski gedung sekolahnya pun tidak layak ditempati.

Demikian juga pendidikan pada tingkatan tinggi yang indikasinya hampir sama dengan jenjang dasar, alih-alih anak negeri bisa merasakan sekolah gratis bahkan murah, tapi justru perguruan tinggi sering kali dijadikan lahan komoditas jasa yang diperjualbelikan dalam otonomi kampus. Dimana layanan pendidikan mahal bagi kelompok ekonomi ke bawah, parahnya lagi sekolah Negeri dibebani dengan UKT, sedang kampus swasta harus mandiri membiayainya. Artinya sekolah di perguruan tinggi hanya disiapkan untuk menjadi tenaga kerja murah yang siap diperkerjakan pada perusahaan-perusahaan yang pemegang kendali industi dan ekonomi adalah para pemodal kapitalis. Padahal, pendidikan sejatinya adalah benih dalam membangun Sumber Daya Manusia dan peradaban unggul.

Lalu pada bidang kesehatan sendiri, justru lebih banyak menampakkan kemundurannya dari pada kemajuan. Rakyat masih kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan yang memadai, terutama pada daerah terpencil. Ini menjadi momok yang sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat, tapi pemangku kebijakan hanya diam tanpa suara. Jika melihat kebelakang, pada 2023 sebenarnya Indonesia memiliki sekitar 10 ribu puskesmas, sedang rumah sakit umu, berjumlah 2.636 unit. Namun hal ini justru dipertanyakan karena jumlah yang disebutkan sebetulnya tidak sesuai dengan penyebarannya. Apalagi pada bulan April kemarin, seorang ibu hamil di Kabupaten Luru Utara, Sulawesi Selatan terpaksa ditandu warga sejauh 22 km menuju puskesmas karena akses jalan rusak parah. Akibatnya bayi kembarnya ibu hamil tersebut meninggal dunia tersebab terlambatnya tiba di puskesmas. Ini artinya tidak ada periayaan bahkan perbaikan yang serius dari pemerintah selaku penanggung jawab. Maka bisa dilihat bahwa masih banyak fakta buruknya pengurusan negara atas hak rakyat berupa layanan dan fasilitas kesehatan yang memadai. (Mnews, 22-8-2025)

Yang menyebabkan masalah ini tak pernah selesai disebabkan pendidikan dan kesehatan dalam sistem kapitalisme  diperlakukan sebagai komoditas bisnis. Kualitas sekolah ditentukan kemampuan finansial, sehingga diskriminatif. Demikian juga layanan kesehatan susah didapat untuk rakyat yang miskin. Artinya negara hanya sebagai pihak regulator, negara justru memberi akses bagi swasta untuk memainkan peran dalam memenuhi layanan publik. Walhasil, banyak sekolah yang layak dan rumah sakit swasta  dibiarkan berdiri. Sementara untuk wilayah tertinggal, terpencil, dan terluar hanya diberikan fasilitas dan sarana seadanya.

Dengan demikian, jelaslah ketimpangan yang terjadi pada sektor pendidikan dan kesehatan hari ini dan terus menjalar karena negara tidak hadir dalam mengurus serta menyelesaikan masalah ini. Ada Sebagian yang berkata jika layanan publik gratis tentu fasilitias yang dihadirkan sangat minim alis pelit. Tetapi, jika berbayar maka fasilitas tersebut ditingkatkan. Ini menandakan bahwa sistem hari ini justru melahirkan diskriminasi dan kasta pada masyarakat, kaya dan miskin. Tak pelak ini seperti buah busuk yang jika dilihat dari luar mulus, tapi setelah dibelah buahnya hanya asam dan pahitlah yang didapat. Maka sebenarnya kemerdekan 80 Tahun mana yang dimerdekakan, sedang masyarakat sendiri masih terjajah dalam belenggu penjajahan dalam bentuk kesenjangan dan ketimpangan yang terus dibiarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun