Tahun 1989, dibulan Februari, pada sore hari, saya berangkat dari dermaga Sungai Kunjang di Samarinda menuju hulu Mahakam.
Berangkat bersama seorang teman dari negeri Kanguru, yang sudah lama terkesima dengan hutan Borneo.
Saat itu, kapal sarat dengan muatan, maka laju kapal hanya kisaran 10 Knot.
Kapal kayu yang panjangnya tidak lebih dari 25 meter, terus melaju dengan suara kas mesin diesel.
Walaupun mesin diesel berlogo Yanmar ini mengeluarkan asap pekat melalui cerobong, tidak mempengaruhi saya untuk memandang hijau rimba dan air sungai yang dalam.
I am at ease...
Saya sengaja naik keatas gladak kapal, untuk mencari suasana seperti ini.
Pesut!..
Mungkin saat itu belum beruntung untuk melihatnya, hewan mamalia yang unik ini sulit diprediksi muncul kepermukaan air.
Biarlah Pesut yang endemik ini, bercengkerama dengan pasangannya disudut-sudut sungai Mahakam yang eksotis, yang jauh dari hiruk-pikuk manusia.
Matahari mulai tenggelam, kapal terus melaju membelah air sungai menuju hulu Mahakam.
Didalam kapal tidak ada bangku, adanya duduk lesehan, beralaskan karpet plastik dengan gambar bunga mawar.
Jadi ketika naik kapal dari dermaga, para penumpang agak tergesa-gesa mencari posisi yang dianggap nyaman untuk rebahan, dengan kepala diganjal ransel.
Esoknya, sekitar pukul delapan pagi, kapal merapat di Muara Muntai Ulu, satu perkampungan ditepian sungai Mahakam.
Kecamatan ini termasuk unik, karena banyak rumah kayu yang berjejer sepanjang tepian.
Jalan  penghubungnya juga terbuat dari kayu ulin, lebar tiga meter, memanjang ditepian, pas didepan rumah-rumah penduduk.
Ketika air sungai lagi pasang, tinggi jalan tersebut hanya semeteran dari permukaan air.
***
Setelah turun dari kapal, kami mencari kedai untuk mengganjal perut.
Dari pemilik kedai, didapatkan informasi penginapan yang murah meriah, maklum, kami tergolong pelancong backpackeran.
Mujurnya, penginapan ada disebelah kedai ini, dan pemiliknya dia sendiri.
Jadilah kami menginap di "Homestay", yang point of viewnya mengarah kesungai Mahakam.
Tidak berlama-lama, setelah meletakan barang bawaan dipenginapan, saya mencari informasi tempat persewaan perahu ketinting.
Tujuan pertama saya adalah danau Jempang dan Tanjung Isuy. Dengan menyewa perahu ketinting bertenaga 7 PK, kami berangkat bersama "Kapten" perahu menyusuri sungai kecil, yang lebarnya tiga puluh meteran.
Danau yang luasnya 15000 hektar ini mempunyai fenomena alam yang tidak sama seperti danau pada umumnya, karena setiap siklus lima tahunan danau ini mengering. Katanya lagi, pesut Mahakam sering muncul kepermukaan danau.
Hmm...siapa tahu saya beruntung bisa melihatnya.
Perahu terus melaju, selang satu jam lebih, kami sudah sampai diujung sungai yang menuju kearah danau.
Saya terperangah!
Diluar dugaan, saya hanya melihat hamparan hijau tanpa tepi!
Seperti Padang Savana..
Air danau tidak kelihatan, karena tertutup tumbuhan eceng gondok.
Perahu berhenti, dan mesin dimatikan. Kami berembug, apakah lanjut ke Tanjung Isuy atau balik kepenginapan..
Tanjung Isuy sebenarnya bagian dari danau ini juga, letaknya disebelah barat daya danau, disitu ada tempat leyeh-leyeh, karena ada warung, homestay dan destinasi budaya Lamin Mancong dari suku Dayak Benuaq.Â
Salah satu tempat untuk menikmti pemandangan alam Borneo yang menakjubkan.
Tempat Pesut sering muncul kepermukaan air, melihat burung Enggang didahan-dahan pohon, burung yang oleh suku Dayak dijadikan simbol-simbol budaya mereka.
Dengan sangat meyakinkan, pemilik perahu ketinting memberi saran, agar perjalanan ke Tanjung Isuy diteruskan.Â
Alasannya, tertutupnya danau dari tumbuhan gulma sudah menjadi hal biasa.
Lagi pula dia mengatakan, sudah beberapa kali membawa turis "berselancar" dengan ketinting di atas hamparan eceng gondok!
Saya berfikir, pasti hal ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Akhirnya, kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan..
Untuk persiapan, mesin perahu diperiksa dengan teliti, untuk memastikan bahwa perahu mampu menerjang tumbuhan eceng gondok yang menutupi sebagian besar permukaan danau.
Setelah semua siap, pemilik perahu langsung memacu mesin 7 PK tersebut dengan tenaga maksimal.Â
Adrenalinku naik ke ubun-ubun, karena "halu", kalau-kalau perahu menabrak ular Anaconda raksasa seperti di sungai Amazon, atau terbentur dengan mbahnya buaya Kalimantan yang lagi mengambang...bisa ambyar semuanya!
Ini bisa saja terjadi, karena sejauh mata memandang, semua teralingi tumbuhan parasit ini.
Perahu terus melaju, setelah jarak tempuh kurang dari satu mil, mesin tiba-tiba mati!
Saya terdiam, apa yang saya bayangkan sebelumnya kini terjadi, perahu mengambang ditengah danau yang luas! Tanpa alat komunikasi apapun.
Pemilik perahu tetap bersikap tenang, tanpa bicara sepatah kata pun. Tiba-tiba si kapten membuka bajunya, dan dari buritan perahu, dia turun ke danau terus slulup.
Melihat itu saya semakin kawatir, bagaimana tidak, dibawah danau yang dalamnya hampir sepuluh meter, yang penuh ketidak pastian ini, sangat beresiko tinggi bagi keselamatan manusia.
Bisa jadi, buaya lapar atau ular piton yang sudah bangkotan menunggu dibawah air. Apalagi permukaan air tertutupi eceng gondok, semakin sulit saya mengetahui apa yang terjadi dibawah danau!
Tapi, tidak berapa lama, pemilik perahu muncul kepermukaan danau, sambil memberitahukan, bahwa baling-baling perahu terlilit akar-akaran..
Saya membatin, untung saja baling-baling tidak patah.
Setelah akar yang membebat baling-baling dibersihkan, mesin pun dihidupkan.
Nyala mesin membuat hati ini lega..
Perahu bergerak perlahan disela-sela eceng gondok, sambil mencari jalan yang bisa dilewati tanpa harus menggunakan tenaga mesin maksimal.
Tumbuhan ini tidak selalu terkonsentrasi pada satu titik, secara alami menyebar, jadi ada yang mengambang tipis, tidak terikat pada tumbuhan yang lain, maka lebih mudah melewatinya.
Sedangkan pipa As baling-baling ketinting, ditekan kedalam air lebih dalam lagi, agar aman dari bebatan akar-akaran.
Walupun jalan perahu timik-timik, akhirnya kami menemukan area danau yang bebas dari tumbuhan parasit ini.
Perahu dipacu, waktu sudah menjelang tengah hari, ba'da Zuhur kami sampai di Tanjung Isuy dengan selamat.
Bersambung..
Penulis, Mohammad Topani S
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI