Matahari mulai tenggelam, kapal terus melaju membelah air sungai menuju hulu Mahakam.
Didalam kapal tidak ada bangku, adanya duduk lesehan, beralaskan karpet plastik dengan gambar bunga mawar.
Jadi ketika naik kapal dari dermaga, para penumpang agak tergesa-gesa mencari posisi yang dianggap nyaman untuk rebahan, dengan kepala diganjal ransel.
Esoknya, sekitar pukul delapan pagi, kapal merapat di Muara Muntai Ulu, satu perkampungan ditepian sungai Mahakam.
Kecamatan ini termasuk unik, karena banyak rumah kayu yang berjejer sepanjang tepian.
Jalan  penghubungnya juga terbuat dari kayu ulin, lebar tiga meter, memanjang ditepian, pas didepan rumah-rumah penduduk.
Ketika air sungai lagi pasang, tinggi jalan tersebut hanya semeteran dari permukaan air.
***
Setelah turun dari kapal, kami mencari kedai untuk mengganjal perut.
Dari pemilik kedai, didapatkan informasi penginapan yang murah meriah, maklum, kami tergolong pelancong backpackeran.
Mujurnya, penginapan ada disebelah kedai ini, dan pemiliknya dia sendiri.
Jadilah kami menginap di "Homestay", yang point of viewnya mengarah kesungai Mahakam.
Tidak berlama-lama, setelah meletakan barang bawaan dipenginapan, saya mencari informasi tempat persewaan perahu ketinting.
Tujuan pertama saya adalah danau Jempang dan Tanjung Isuy. Dengan menyewa perahu ketinting bertenaga 7 PK, kami berangkat bersama "Kapten" perahu menyusuri sungai kecil, yang lebarnya tiga puluh meteran.
Danau yang luasnya 15000 hektar ini mempunyai fenomena alam yang tidak sama seperti danau pada umumnya, karena setiap siklus lima tahunan danau ini mengering. Katanya lagi, pesut Mahakam sering muncul kepermukaan danau.
Hmm...siapa tahu saya beruntung bisa melihatnya.