Mohon tunggu...
Mohammad Nizar
Mohammad Nizar Mohon Tunggu... Mahasiswa - penulis

Bismillah Lancar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Candu Media Sosial di Masa Pandemi

9 April 2021   10:55 Diperbarui: 9 April 2021   11:01 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Generasi millennial sangatlah mahir dalam menggunakan teknologi berbasis internet. Adanya teknologi digital ini membuat kita semua yang terhubung ke sosial media yang lama-kelamaan menjadi candu bagi para remaja di generasi Z maupun generasi millennial. Kecanduan ini membuat mereka betah berlama-lama membuka sosial media melalui smartphone ataupun tablet. 

Sosial media yang sering digunakan remaja saat ini antara lain adalah Instagram, Facebook, Twitter, Line, dan lain-lain. Dalam beberapa kasus, medsos bahkan telah menggeser peran media konvensional. Informasi dari media sosial itu, termasuk yang negatif, bahkan mampu menggilas opini publik yang telah terbentuk oleh media konvensional. Media konvensional adalah media massa seperti media cetak , media elektronik , dan online . Sebelum ada medsos, media konvensional menjadi andalan dalam pembentukan opini publik.

Apalagi selama masa pandemi Covid - 19 ini banyak pengguna teknologi yang sudah kecanduan bermain Media Sosial, seperti TikTok yang semakin berkembang selama masa pandemi Covid - 19. Pengguna Media Sosial TikTok juga sangat berbondong - bondong karena video yang di upload di Aplikasi Tiktok ini sangat memberikan hal positif untuk para penggunanya, dimana saat Dalgona Coffe booming disaat itu juga orang - orang juga membuat Dalgona Coffe dan menginstal Aplikasi Tiktok, dan masih banyak hal positif dan pembelajaran bagi pengguna TikTok.

kecanduan internet merupakan suatu kondisi dimana individu merasa bahwa dunia maya di layar komputernya lebih menarik daripada kehidupan nyata sehari-hari. (Orzack : 2004)

Ketika dikaitkan dengan kondisi saat ini yaitu di masa pandemi Covid - 19 yang tak kunjung usai, rasanya tidak heran apabila ditemukan sejumlah pecandu baru media sosial. Apalagi dalam kondisi saat ini banyak orang - orang menggunakan media sosial yang lebih up to date setiap harinya.  Media sosial juga dimanfaatkan oleh orang - orang yang memiliki sebuah usaha untuk meraup pundi - pundi rupiah. Bagi mereka, hal ini adalah salah satu strategi dalam melakukan promosi barang atau produknya yang di upload melalui Insta Story atau Snap Whatsapp.

Terlepas dari hal positif yang diperoleh dalam menggunakan media sosial, tentu saja ada hal negatif yang membuat kita kecanduan dalam menggunakannya. Bahkan selama pandemic Covid - 19 keseharian hidup kita tidak lepas dari aplikasi media sosial. kita juga sudah dimanjakan dan terbiasa membuka akun media sosial. Jika sehari saja tidak menbuka media sosial rasanya hidup kita terasa hambar, media sosial diibaratkan sebuah nadi manuisa, ketika kita menggunakan rasanya kita tidak bisa hidup. 

Dengan adanya pembatasan inilah, mereka tidak dapat mengakses media sosialnya, media sosial pada saat itu yang down contohnya Instagram, Facebook, bahkan Whatsapp tidak dapat mengunggah status berupa gambar. Berbagai cara pun mereka lakukan agar dapat mengakses media sosial, mereka akhirnya berbondong-bondong menggunakan sebuah VPN . VPN adalah sebuah layanan koneksi yang memberikan akses ke website secara aman dan pribadi dengan mengubah jalur koneksi melalui server dan menyembunyikan pertukaran data yang terjadi.

Akan tetapi karena suatu kebutuhan, masyarakat tetap keukeuh menggunakannya. Dengan adanya media sosial, jangan sampai membuat kita ketergantungan dalam menggunakannya, gunakanlah sesuai kebutuhan dan sewajarnya saja.

Menurut saya, sebenarnya hal ini (kecanduan media sosial) dapat dihindari apabila aktivitas daring yang berlebihan hingga mengganggu aspek kehidupan sehari-hari dibatasi.  

Di masa Covid-19, publik perlu secara mandiri harus melakukan socmed distancing, yakni menjaga jarak dan membatasi interaksi dengan informasi buruk di media sosial. Karenanya, dibutuhkan literasi digital dan sikap kritis untuk menangkalnya, sebelum secara 'gegabah' menyerahkan otoritas melakukan penegakan hukum. Kita harus menjaga jarak dari berbagai macam informasi bohong seperti fake news, bentuk berita yang bertujuan untuk memalsukan atau memasukkan ketidakbenaran dalam suatu berita. Penulis hoaks biasanya menambahkan hal-hal yang tidak benar dan teori persengkokolan.


Dan jangan lupa untuk menggunakan media sosial secara bijak dengan porsinya dan tidak berlebihan. Dengan demikian, kecanduan media sosial dapat teratasi dengan baik sekaligus selalu memetik dan mepelak

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun