Lima hari saya dan 24 kepala sekolah, jenjang TK/PAUD, SD, SMP, dan SMA/SMK, berkutat dengan materi pelatihan pembelajaran mendalam dalam sebuah ruangan berukuran 8 X 7 m, di SMPN 2 Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Di dua ruangan yang berbeda juga berlangsung kegiatan yang sama dengan peserta yang terdiri dari guru.
Pelatihan ini merupakan program Kemendikdasmen yang diselenggarakan secara nasional. Oleh karena itu, pelatihan serupa juga dilaksanakan di sejumlah titik di Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten lain di NTB serta berbagai provinsi di Indonesia.
Secara umum peserta pelatihan terdiri dari sekolah penerima Boskin 2025. Ada kebijakan yang agak berbeda dalam penggunaan dana BOSKin tahun 2025 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dalam sosialisasi penggunaan dana BOSKin 2025 sekolah penerima hanya diperbolehkan membiayai dua komponen kegiatan, yaitu, pengembangan guru dan tenaga kependidikan dan pengembangan perpustakaan (pembelian buku).
Dalam hal pengembangan tenaga guru dan kependidikan, setidaknya ada dua jenis pelatihan yang dapat dibiayai dengan dana BOSKin: pelatihan Pembelajaran Mendalam (PM) dan Pelatihan Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA).
Penyelenggaraan kegiatan pelatihan difasilitasi oleh Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD), dalam hal ini, Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) di setiap provinsi.
Pelatihan ini menimbulkan sedikit polemik di media sosial dan media massa karena biaya pelatihan harus diserahkan pihak sekolah kepada BGTK yang ditunjuk sebagai Lembaga Penyelenggara Diklat. Beberapa kalangan menilai bahwa pola pembiayaan ini menimbulkan kesan dimana pihak BGTK seolah berfungsi sebagai vendor, korporasi yang menyediakan jasa pelatihan berbayar.
Secara pribadi saya berasumsi bahwa regulasi pola pelatihan yang diterapkan oleh Kemdikdasmen sebagai pembuat kebijakan lebih menekankan kepada kualitas pelatihan dengan memberikan wewenang kepada BGTK sebagai penyelenggara yang dipandang kredibel.
Pihak BGTK sendiri telah berupaya memfasilitasi kegiatan dengan terlebih dahulu melakukan sosialisasi kegiatan pelatihan kepada sekolah sasaran. Di samping itu, rancangan pembiayaan dilakukan secara transparan dan menekankan aspek efisiensi.
Terlepas dari polemik di atas materi pelatihan pembelajaran mendalam sebagai pendekatan baru sangat diperlukan oleh guru dan kepala sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran pada satuan pendidikan.
Pembelajaran mendalam pada dasarnya bukan hal baru. Pendekatan ini telah menjadi bagian dari rancangan kurikulum sejak lama. Misalnya, sejak tahun 70-an kurikulum nasional telah mempopulerkan pendekatan pembelajaran CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).