Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

One in A Million Moment: Sebuah Titik yang Menyisakan Keindahan, Mengubah Personal dan Arah Sejarah

10 September 2025   10:06 Diperbarui: 10 September 2025   21:38 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi One in A Million Moment (Diolah dari Canva)

Uap secangkir kopi hangat mengepul menghangatkan kesadaran saya pada sebuah pagi. Terdengar kicauan sepasang pipit di antara dahan pohon lengkeng di halaman rumah. Mungkin mereka tengah bertukar cerita tentang keramahan mentari. 

Deru mesin kendaraan sesekali terdengar melintas di permukaan jalan tanah depan rumah saya. Gesekan roda dan punggung jalan membuat miliaran butiran tanah halus belingsatan ke udara membentuk debu yang pasrah mengikuti gerak udara pagi.

Dari ruang dapur terdengar perdebatan si Bungsu versus ibunya. Sang Ibu menyuruhnya segera mandi karena harus berangkat ke sekolah. Perdebatan itu berlalu disusul suara penggorengan dari dapur yang beradu dengan sendok.

Itu adalah penggalan kecil pengalaman saya setiap pagi. Entah sudah berapa lama drama itu berlangsung. Saya hanya tahu bahwa itu sudah biasa dan tidak ada yang aneh. 

Kita semua mungkin memiliki pengalaman yang sama dan terjadi berulang-ulang. Setiap hari kita menjalani sebagian besar rutinitas yang relatif yang sama, monoton, dan statis. 

Hidup adalah rangkaian panjang pengalaman. 

Mari kita bayangkan! Kita memulai pagi dengan melakukan rutinitas; merapikan tempat tidur, mandi pagi, sarapan, ngopi, menghela dan menghebus asap rokok, membuka gawai, mematut diri di depan cermin, lalu berangkat kerja. Ibu rumah tangga memulai aktivitas harian, bangun dari kasur, lalu melangkah ke dapur, dan bolak-balik ke sumur.

Ketika matahari mulai merekah anak-anak berangkat ke sekolah dengan tas di punggung. Sebelum embun kembali menjadi uap para petani memikul cangkul di pundaknya dan melangkah pasti menuju hamparan sawahnya. Para kuli bangunan mulai mengenakan pakaian kumalnya untuk bergulat dengan campuran semen pasir. Sebagian besar kita menjalani rutinitas berulang hampir setiap hari.

Sejak kita terjaga dari tidur hingga mulai terlelap di atas peraduan kita menyaksikan dan melewati banyak hal. Kita berhadapan dengan rangkaian panjang pengalaman dalam rutinitas utama, entah bekerja, belajar, atau mengurus rumah. Bahkan bagi orang yang menjalani kehidupan sebagai penganggur, mereka juga menemukan pengalaman dengan caranya sendiri. 

Saat hari mulai malam, kita berkumpul besama keluarga, mendengarkan cerita si Kecil tentang layangan putus, tentang menu makan malam yang sedikit pedas, mengenang masa lalu, dan berandai tentang masa depan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun