Â
Pilar Moral dalam Audit Syariah
Audit syariah menuntut auditor tidak hanya menguasai aspek teknis dan standar profesional, tetapi juga memegang teguh prinsip moral dan spiritual yang berasal dari ajaran Islam. Audit syariah tidak hanya menilai aspek keuangan, melainkan juga kepatuhan terhadap hukum-hukum syariah yang bersifat normatif dan etis.
Misalnya, dalam audit lembaga keuangan syariah, auditor harus memastikan transaksi bebas dari unsur riba, gharar (ketidakpastian), dan maisir (perjudian). Auditor harus melaporkan temuan secara transparan dan jujur, walau itu berarti harus melawan tekanan dari pihak manajemen yang mungkin ingin menyembunyikan pelanggaran syariah (Haryanto & Rahmawati, 2020).
Nilai-nilai moral seperti shidq (kejujuran), amanah (kepercayaan), dan 'adl (keadilan) menjadi pedoman utama dalam seluruh tahapan audit. Dengan memegang teguh nilai-nilai ini, auditor syariah bukan hanya menjalankan tugasnya secara profesional, tetapi juga menjunjung tinggi amanah sebagai hamba Allah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak (Haniffa & Hudaib, 2007).
Â
1. Kejujuran (Shidq)
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam etika profesi akuntan Islam. Seorang auditor syariah wajib menyampaikan informasi yang benar dan lengkap, tanpa menutup-nutupi atau memanipulasi fakta demi kepentingan tertentu. Kejujuran bukan sekadar kewajiban legal, tetapi juga kewajiban spiritual yang mengandung konsekuensi moral yang berat.
Â
2. Amanah
Amanah berarti dapat dipercaya dan bertanggung jawab. Auditor syariah memikul tanggung jawab besar sebagai penjaga integritas dan akuntabilitas sistem keuangan Islam. Mereka harus melaksanakan tugas dengan penuh kesungguhan dan tidak menyalahgunakan posisi atau informasi yang didapat selama audit.