"Tolong lepaskan saya, siapapun yang mendengar tolong bantu lepaskan saya" Ucap Huda seraya mencoba melepaskan diri dari kedua tangan yang terikat di kursi yang ia tempati.
Datanglah 2 pria dengan membawa sebuah senapan arisaka, salah satunya menempelkan solatip pada mulut hudaemi, Tak berapa lama mereka membawa huda pergi ke sebuah ruangan yang begitu gelap, saat lampu menyala ia melihat seorang pria dengan keadaan lesu dan muka yang hancur babak belur hingga tak dapat dikenali wajahnya. Ia direndengkan dengan pemuda tersebut dengan diikatkannya badan ke tiang.
"Huda, apakah kau masih mengenalku?" Tanya pemuda itu dengan suara terengah-engah.
Huda terdiam memikirkan siapa pemuda itu dan mengapa dia mengenalinya sedangkan ia tidak. Sulit sekali mengenalinya dengan kondisi muka yang babak belur. Mulutku membeku tak bisa berucap, entah mengapa semua itu terjadi.
Datang seorang pria terlihat seperti seorang pimpinan dari pasukan itu. Tak lama ia mengeluarkan senjata.
"Kamu harus mengubahnya Huda" Pria itu meneteskan air mata, seolah itu adalah kalimat terakhirnya.
Terdengar suara senapan berdesing kencang, tatapan huda tertancap pada muka pria itu yang hancur lebur, Huda gemetar melihat kejadian itu, darah mengalir cukup deras, sebagian darah membasahi pakaian yang Huda gunakan.
"Teng, teng, teng" Jatuhlah sebuah kelereng dari genggaman pria itu, pandangan huda teralihkan ke arah lantai, ia melihat 2 kelereng berwarna merah dan biru, dirinya sadar bahwa pria itu adalah Danu, teman satu kobongnya.
"Huh, huh, huh" Dirinya terbangun dari pingsan, nafasnya terengah-engah.
"Astagfirullah allazim" Ucapnya seraya mengambil nafas, huda kebingungan dengan apa yang ia alami 2 hari ini.
2 bulan telah berlalu, Hari ini merupakan hari dimana semua anak santri dan santriwati pesantren Gunung Pari sibuk menyiapkan acara makan bersama dan acara berbagi bantuan sembako untuk orang-orang yang membutuhkan dikampung itu.