Mohon tunggu...
MochamadRafliFauzan
MochamadRafliFauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa Kedokteran Gigi

Sedang belajar di dunia medis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Program-Program Dedi Mulyadi yang Menuai Pro Kontra

17 Juni 2025   09:19 Diperbarui: 17 Juni 2025   09:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sisi lain, sejumlah pihak mulai angkat suara. Banyak kalangan menilai bahwa pendekatan ini terlalu keras dan tidak sesuai dengan prinsip pendidikan yang humanis. Kritik datang dari orang tua, pendidik, hingga pemerhati HAM yang mempertanyakan urgensi dan dampak jangka panjang dari kebijakan ini terhadap psikologis anak.

"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," ujar Atnike Nova Sigiro, Ketua Komnas HAM, Jumat (2/5/2025).

"Penguatan karakter bukan selalu berarti mendidik siswa bermasalah dengan cara militeristik. Penanganan siswa bermasalah harus dipahami secara holistik dengan menelaah keluarga, lingkungan pergaulan, dan aktivitas di sekolah," ucap Bonnie Triyana, Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rabu (30/4/2025).

Program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat menuai kritik tajam dari berbagai pihak karena berpotensi melanggar prinsip hak anak. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menegaskan bahwa mendidik anak di bawah umur dalam konteks kemiliteran sebagai bentuk hukuman adalah langkah yang keliru dan bahkan di luar kerangka hukum pidana anak, karena bukan bagian dari pendidikan formal dan mengabaikan fungsi peradilan anak yang seharusnya mendasari penanganan perilaku menyimpang. Selain itu, anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, juga menyoroti bahwa problem siswa bermasalah memerlukan pendekatan holistik---meliputi psikolog, konseling, analisis keluarga, hingga pendampingan lingkungan---bukan "solusi instan" militeristik semata.

Dari sudut HAM, program ini bisa dikritisi karena mempromosikan praktik represif yang kontraproduktif dengan hak anak untuk mendapatkan pendidikan ramah dan penuh penghormatan. Alih-alih memberdayakan, pengiriman siswa untuk "dididik ala militer" menempatkan mereka dalam situasi hukuman tanpa mekanisme perlindungan hukum, seperti pendampingan psikologis, jaminan proses hukum, dan kesempatan untuk didengar---yang menjadi hak dasar menurut Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Sementara pendekatan TNI melalui asrama militer mungkin bertujuan mendisiplinkan, tanpa payung hukum yang jelas dan kontrol ketat, justru berisiko menciptakan trauma dan melanggengkan pelanggaran HAM terhadap kelompok rentan seperti remaja bermasalah.

Pada akhirnya, program-program Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat menunjukkan adanya semangat untuk membangun masyarakat melalui pendekatan yang dekat dengan akar budaya dan kehidupan rakyat kecil. Gagasan-gagasan seperti pelestarian lingkungan, pembinaan karakter, serta penguatan identitas lokal patut diapresiasi dalam konteks kepemimpinan daerah yang ingin lebih membumi. Namun, tak sedikit pula kritik yang mengemuka, terutama terkait pendekatan yang dianggap terlalu personalistik dan karitatif.

Dalam perspektif HAM, kebijakan seperti pengiriman siswa ke barak militer patut dikaji ulang secara serius. Meskipun niatnya tampak baik, implementasinya bisa berdampak buruk jika tidak dilandasi pendekatan yang holistik dan sistematis. Pendidikan tidak seharusnya dibangun di atas rasa takut dan disiplin paksa, melainkan dengan penghormatan terhadap hak anak, perlindungan psikologis, dan peran keluarga serta sekolah yang aktif. Kepemimpinan yang kuat bukan hanya soal popularitas dan gesture simbolik, tetapi juga soal keberanian membangun sistem yang adil, partisipatif, dan berkelanjutan. Sudah saatnya kebijakan publik tak hanya "dekat rakyat", tapi juga "berpihak pada hak-hak rakyat".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun