Mohon tunggu...
Mochacinno Latte
Mochacinno Latte Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

day dreamer, art holic, coffee holic, painter, technocrat wanna be, author for his own satisfaction, idea creator

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ontran-ontran Ngarcopodo Seri 7 : Kyai Srondol Al Maidah Nikmatul berfatwa

26 Oktober 2016   20:02 Diperbarui: 27 Oktober 2016   15:12 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“lho gimana to Kyai? Wah ra bener iki. Kok yang dipimpin mbayar pemimpinnya, ya ngga lah.” Jawab Bagong lugas.

“we e e e.. lho iya, lha kalian mbayar pajak tiap bulan itu buat apa? Ya buat mbayar para Babu, para pembantu eksklusive itu, tepatnya “dispesialkan”, mana ada seorang pemimpin yang mbayar anak buahnya atau anggotanya. Yo ndak to ya. Jelas Pimpinan tertinggi di tangan rakyat, rakyat berkuasa, kita-kita ini yang nggaji mereka. Para orang-orang di sana itu kan pembantu kita. Utusan kita untuk mengurus desa. Bukan pemimpin, maka itu jelas berbeda dengan artian dari Al Maidah 51, lha wong interpretasinya tentang makna pemimpin saja sudah pada salah kaprah kok. Ahihihihi… “ berhenti sejenak Kyai Srondol sambil menengguk kopinya, sebelum ia melanjutkan berfatwa.

Lalu lanjutnya “Pemimpin itu menjamin kehidupan anggota yang dipimpinnya bahkan dengan nyawanya, melindungi. Seperti pak sopir yang mengendalikan busnya. Maka dengan segenap hati dia akan hati-hati di jalan supaya nyaman dan selamat semuanya, jika ugal-ugalan nyawa 50 orang di dalam bus bisa melayang. Seperti kamu juga Gong, Cahyo, Lenon. Kalian ini adalah pimpinan keluarga masing-masing. Semua nyawa keluarga, anak dan istri di panggung, di pundak kalian. Hidup mati dan kelangsungan hidup mereka. Lha kalau Pak Lurah yang kalian ributkan itu? Apa iya akan menanggung kelangsungan hidup kalian, apa iya akan peduli dengan kematian atau kehidupan kalian. Ndak sama sekali tow? Paling banter pedulinya mentok sama urusan pajak kuburan kalian ahihihi… jalan kalian pergi ke tempat kerja alus, mbantu kalian dalam persuratan lancar, mbantu kalian memberikan surat tanah yang syah. Gitu… lho yaaa…” Fatwa Kyai Srondol panjang lebar.

“jadi kalau pembantu ada salah ya sebaiknya dikandani, dibilangi, dikasih tahu mana yang benar. Lagian kan sudah minta maaf, jadi jelas mau bagaimana pun tafsirannya Al Maidah 51, ndak ada masalah dengan ini tow? ya to Yu ginah” tambah Sang Kyai sambil berkeling genit pada Yu ginnah.

“aah Pak Kyai ini pakai acara ngedipin mata segala, mbok itu gorengannya dilarisi. Tapi bener juga lho Kang Bagong kata Pak Kyai tadi, saya setuju” Yu Ginah menggaguki setuju.

“weeh.. yo rai so. Iki piye tow? Kok dadi molak-malik. Aku mumet aku… trus piye umbul-umbulku dan benderaku nanti, udah siap-siap demo ini” Babong mendadak pusing

Lenon dan Cahyo menganggung, entah setuju, entah paham atau malah tidak ngerti.

“sekarang begini kalau misalnya mau begitu, lalu bagaimana dengan tempat-tempat yang mayoritas penduduknya Non-Islam, apa mereka harus dimerdekakan ya? Terang saja kan probabilitas terpilihnya pemimpin Islam susah di tempat-tempat tersebut. Tapi saya setuju dengan Kyai Gendeng ini. Tos dulu mbah Kyai.” Sahut Lenon menyetujui sambil memberikan Hi five ke Kyai Srondol.

“nah gitu dooong… ahihihi… wong kaya kitu aja ribut sampai terbawa mimpi.” Seloroh kyai sambil ngemplok potongan terakhir telo godog ditangannya..

“hahahahaha….” Sahut mereka tertawa bersama.

Keriuah sesaat itu kembali damai dan ceria di minggu pagi itu, hujanpun mulai reda dan matahari mulai nempak sinarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun