Mohon tunggu...
Jannu A. Bordineo
Jannu A. Bordineo Mohon Tunggu... Penulis - Pengarang

Jannu A. Bordineo, lahir di Gersik, sebuah kampung di Kabupaten Penajam Paser Utara yang sering disalah kira dengan salah satu kabupaten di Jawa. Lulusan teknik yang menggandrungi sastra. Mulai menulis cerita sejak ikut lomba mengarang cerpen sewaktu SD. Buku kesukaannya adalah Jiwa Pelaut karya Moerwanto. Temui dia di kedalaman hutan atau di keluasan lautan, karena dia pendamba ketenangan. http://www.lautankata.com/ fb.com/bordineo IG: @bordineo.id

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Malaka Jatuh...

17 Juni 2020   17:22 Diperbarui: 17 Juni 2020   17:12 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya bisa saja pedagang rempah setelah dari Maluku langsung ke utara, lalu berbelok ke barat melintasi Laut Sulawesi dan sampailah ke Laut Sulu. Akan tetapi, jangan lupa bahwa jalur perdagangan rempah ini adalah satu kesatuan. Dari pesisir barat Sumatra, Selat Sunda, Laut Jawa, Selat Makassar, hingga Laut Sulu, semuanya merupakan satu kesatuan. Pada gilirannya, jalur rempah ini terhubung dengan jaringan perdagangan dunia yang menghubungkan Tiongkok dengan India.

Luputnya Maluku dari jalur utama perdagangan dunia kendati wilayahnya merupakan sumber dari beberapa barang utama yang diperdagangkan, Sakti menduganya sebagai sebuah kesengajaan. Pemikiran Sakti sejalan dengan para cendekiawan Perguruan Naga, bahwa ini adalah bentuk nyata dari upaya merahasiakan letak sumber-sumber rempah Maluku. Pada awalnya, para pedagang dari Maluku sendiri yang membawa barang-barang hasil bumi mereka ke bandar lain di Nusantara untuk diperdagangkan. Mereka adalah para Orang Kaya[] Banda. Mereka yang mengumpulkan pala dan fuli dari Kepulauan Banda, mereka jugalah yang mengumpulkan cengkeh dari Ternate, Tidore dan Bacan di utara Maluku. Para pedagang dari daerah lain di Nusantara di masa kemudian juga mendapatkan pala dan cengkeh, serta barang selain rempah seperti bulu burung cenderawasih asal Wanin[], dari para Orang Kaya Banda.

Seiring maraknya kekuatan Sriwijaya di Selat Malaka, pamor jalur rempah kuno ini pun meredup, tergantikan kedudukannya sebagai jalur perdagangan utama. Hal yang sama terjadi pula dengan Barus dan Kutai, yang tidak lagi terdengar denyut nadi kehidupannya.

Pergeseran jalur perdagangan ini dapat dimaklumi secara sederhana. Walau pelayaran samudra bukanlah masalah bagi para pelaut Nusantara, bukan berarti mudah melakukannya. Perairan pedalaman seperti selat tentu lebih mudah diarungi daripada perairan terbuka seperti samudra. Dengan hadirnya gugus laut Sriwijaya yang berhasil menghalau para perompak di Selat Malaka dan Selat Karimata, tidak ada lagi alasan bagi para pedagang untuk menghindari kedua perairan ini. Amannya Selat Malaka juga membuat arus pedagang Atas Angin yang menuju atau melintasi Nusantara semakin banyak. Para pedagang dari Arab, Parsi, India, yang ingin ke Tiongkok atau sebaliknya, bisa mencapai tujuan cukup dengan berlayar menyusuri pantai.

Roda waktu terus berputar. Tiba masanya kekuatan Sriwijaya goyah sampai tidak lagi bisa dipertahankan atau mempertahankan. Negeri-negeri Melayu di Sumatra dan Ujung Medini pun tercerai-berai tanpa ada yang punya pengaruh besar di kawasan. Antara sama waktunya, di tempat lain yang jauh di utara, bangsa Tartar[] membangkitkan kuasanya hingga tampil sebagai kekuatan adidaya. Pasukan berkuda mereka yang masyhur perkasa sedang dan telah menggagahi sebagian besar dunia sebelah utara. Kubilai Khan, penguasa Tartar di Tiongkok, yang haus akan pengakuan, pada akhirnya mulai mengincar permata yang bertaburan di laut selatan.

Kertanegara, maharaja Singasari---negara terkuat di Nusantara kala itu dan salah satu kekuatan utama di kawasan tenggara Asia, menyadari ancaman yang mungkin akan datang dari utara. Ancaman itu semakin nyata setelah dia menolak permintaan hina Kubilai Khan untuk tunduk menghamba, lantas mempermalukan utusan penguasa Tiongkok itu.

Untuk membendung serangan bangsa Tartar yang tinggal menunggu waktu datangnya saja, Kertanegara mengirim utusan ke negeri-negeri Melayu. Dia sadar akan arti penting Ujung Medini dan perairan di sekitarnya bagi kelangsungan kemakmuran Nusantara. Pengiriman utusan yang kelak di kenal dengan sebutan Pamalayu itu menuai hasil yang gilang-gemilang. Negeri-negeri Melayu di Sumatra dan Ujung Medini bersedia bersatu di bawah panji-panji Singasari demi menghadapi kekuatan bangsa asing yang datang mengancam. Selain itu, Kertanegara juga menjalin persekutuan yang erat dengan mitreka satata [mitra sejajar] di kawasan, yaitu dengan Campa. Dengan demikian Nusantara telah dibentengi dengan baik oleh Kertanegara.

Meski pada akhirnya Kertanegara tidak sampai berhadapan dengan bala tentara Tartar lantaran ditikung oleh Jayakatwang dari Gelang Gelang, raja besar ini meninggalkan warisan penting, yaitu wawasan Nusantara[] yang disebut dengan cakrawala mandala dwipantara. Kelak, gagasan Kertanegara untuk menyatukan Nusantara dibawah satu panji terwujud di zaman Majapahit, penerus langsung Singasari.

Di bawah kepemimpinan Mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk yang termasyhur, Majapahit tidak hanya mempertahankan pengaruh atas negeri-negeri Melayu, tetapi juga melebarkan pengaruhnya hingga ke seluruh penjuru Nusantara.

Sayangnya, sepeninggal Gajah Mada dan Hayam Wuruk, wawasan Nusantara agaknya dilupakan oleh para anggota keluarga kerajaan yang pada sibuk rebutan takhta. Dengan dilupakannya wawasan Nusantara, arti penting Ujung Medini dan Selat Malaka dengan sendirinya ikut terlupa. Puncak kemerosotan itu adalah perang saudara Paregreg yang tidak hanya merontokkan kekuatan laut Majapahit, tetapi juga pengaruh atas negeri-negeri bawahan di seberang lautan yang mulai berani berdiri sendiri. Bahkan pelarian asal Tumasik, Parameswara, bisa membangun negeri baru di Ujung Medini yang dinamai Malaka---belakangan nama ini yang lebih sering digunakan orang untuk menyebut selat dan daratan semenanjung tempatnya berdiri.

Segera, Malaka menggantikan Majapahit sebagai kekuatan yang berkuasa atas Ujung Medini dan perairan di sekitarnya. Malaka menjadi semakin maju seiring berlalunya waktu, meninggalkan Majapahit yang kian terpuruk sampai menjadi negeri pedalaman kecil yang hanya sibuk dengan dirinya sendiri dan tidak diperhitungkan lagi keberadaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun