Sekarang, riwayat negeri semenanjung itu tiba-tiba saja pungkas.
Barangkali jatuhnya Malaka memanglah diluar perkiraan semua orang. Negeri itu tidak sedang dalam sengketa kuasa. Perniagaan di Selat Malaka, baik rempah maupun umum, juga tidak sedang dalam keadaan buruk. Walau arus kapal dari Atas Angin sempat tersendat akibat gejolak yang terjadi di Atas Angin sana beberapa waktu yang lalu, itu pun tidak cukup untuk meruntuhkan negeri sebesar Malaka. Apalagi keadaan sekarang sudah membaik, dan bahkan mulai meningkat.
Satu-satunya hal yang diperhitungkan orang bakal terjadi adalah serangan Peranggi.
Sepak terjang negeri yang muncul dari antah-berantah ini sudah lama terdengar, tak terkecuali perbuatan mereka di Atas Angin. Mereka mengamuk di sana. Berbekal senjata yang mengungguli cetbang, mereka membabat habis pasukan laut negeri-negeri Atas Angin yang mencoba menghalangi.
Jika ada yang bertanya-tanya, apa garangan yang Peranggi cari sampai-sampai membawa kehancuran di setiap negeri yang mereka datangi, maka orang akan tertawa, lantas terheran-heran bilamana tahu. Rempah-rempah jualah yang mereka cari. Akan tetapi, menilik perangai yang mereka tunjukkan, bangsa ini agaknya berbeda dengan bangsa lain yang selama ini berdagang rempah.
Sepertinya Peranggi ini tidak merasa cukup mendapatkan rempah hanya dari pedagang saja. Sepenuturan para nakhoda, Sakti dengar harga rempah-rempah di Atas Angin sana bisa melonjak ribuan kali lipat dari harga di Nusantara. Tentu hal ini tidak memuaskan Peranggi yang menunjukkan gejala ingin lebih.
Sampai di sini orang tidak akan terheran-heran lagi. Mengerti. Hasrat ingin lebih, keserakahan, salah satu watak bawaan manusia yang paling merusak bila tidak diimbangi dengan usaha untuk menahannya. Dan Peranggi ini, alih-alih menahan, yang terlihat malah mereka melepaskan.
Saat keserakahan menjadi semangat penggerak langkah, maka kehancuranlah yang akan mengiringi.
Jika Peranggi merasa kurang untung mendapatkan rempah dari pedagang, mudah saja menebak langkah mereka selanjutnya, yaitu mencari sumbernya, untuk kemudian menguasai semua untuk dirinya sendiri. Bila begitu adanya, akan muncul pertanyaan: kenapa mereka malah menduduki negeri di tanah Hindi?
Tidak ada jawaban lain selain mereka---pada waktu itu---belum tahu letak sebenarnya Kepulauan Rempah.
Empu Gatta pernah bercerita, para pedagang rempah di Atas Angin sana, karena persaingan, enggan saling berbagi keterangan. Keterangan palsu pun berseliweran terkait letak Kepulauan Rempah. Yang paling umum disebut adalah India, dan inilah yang sampai ke telinga orang-orang di atas Atas Angin---yang merupakan pelanggan akhir rempah yang mendapatkannya dengan harga selangit.