"Kopi lagi mas? Ndak mau nyoba teh tarik?" seorang pramusaji yang tadi tiba-tiba ada disampingku kini menyentil pipiku, membangunkanku, menyadarkanku,
"Eh, maaf, maaf, saya melamun lagi ya?"
"Lha iya mas, makanya saya tawari teh tarik, biar ndak melamun wae"
"Ya.. boleh, boleh ha ha ha"
Slurp... kopinya terhirup, habis. Yang tersisa hanya rasa pahit di lidah, seperti pahitnya sebuah panggilan, Petrus! Sungguh aku ndak mau dipanggil dengan nama panggilan itu, sebab sesungguhnya mereka hanya mengolok-olokku, tapi tak punya nyali untuk memanggilku "Yudas".
"Ini kopinya mas"
"Lho, katanya teh tarik?"
"Eh iya, maaf mas, maaf"
"Ssst! Sudah mas, ndak pa-pa, kalo teh tariknya belum dibuat, ndak usah, ini juga oke kok," kataku
"Makasih mas"
"Sama-sama"