Demonstrasi yang masih berlangsung di Indonesia, mengingatkan kita pada adagium kuno Vox Populi Vox Dei, yang artinya "suara rakyat adalah suara Tuhan". Â Di zaman sekarang, apakah hal itu masih berlaku? Jika hal ini dikaitkan dengan lembaga yang mengatasnamakan rakyat, maka perlu ditinjau ulang.Â
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang ada saat ini sudah terlalu jauh dari representasi rakyat Indonesia yang diwakilinya. Para anggotanya sebagian besar justru merefleksikan diri sebagai kaum elite yang memiliki hak istimewa. Mereka tidak berperilaku sebagai rakyat, tetapi kelompok minoritas yang memanipulasi rakyat.Â
Karena itu jelas adagium tersebut sudah kehilangan jati diri, tidak mampu menggaungkan suara rakyat. Bahkan sebaliknya, yang diperjuangkan oleh parlemen adalah kesejahteraan anggotanya tanpa memedulikan keadaan yang dialami rakyat. Suara rakyat suara Tuhan, tapi bukan DPR.
Kita bisa melihat, betapa mudahnya anggota-anggota DPR lebih cepat berbicara daripada berpikir. Karena egoisme sudah mendarah daging, yang tercetus adalah kepentingan diri sendiri dan kelompoknya, bukan kepentingan rakyat. Tidak ada rakyat dalam pikiran mereka.Â
Mereka yang duduk di parlemen, lebih peduli pada popularitas, melakukan pencitraan dengan segala cara. Di sisi lain, mereka mengabaikan pentingnya literasi  di bidang politik dan ekonomi sebagai modal dasar untuk modal dasar membuat kebijakan publik.Â
Siapa pemilik kedaulatan?
Harus ditegaskan kembali bahwa kedaulatan tetap berada di tangan rakyat. Â Konstitusi hanya "meminjamkan" Â sebagian kewenangan kepada DPR sebagai lembaga legislatif. Â Kewenangan yang dijalankan atas nama kepentingan rakyat.Â
Hal itu berarti parlemen bukan pemilik kedaulatan rakyat. Mereka hanya sekadar perantara yang mengartikulasikan  kepentingan rakyat dalam keputusan negara.Â
Maka, setiap ucapan, usulan, Â hingga sikap anggota-anggota DPR Â seharusnya tidak didasarkan ego pribadi atau kepentingan partai. Idealnya, Â dari kenyataan yang terjadi dan dialami oleh masyarakat. Kebutuhan rakyat akan bahan pangan, pendidikan sampai dengan tempat tinggal, harus diperjuangkan.Â
Oleh sebab itu, tidak pantas jika anggota DPR berbicara asal-asalan. Ini menunjukkan betapa rendahnya tingkat literasi mereka. Selayaknya berusaha dulu untuk menelaah masalah yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Paham terhadap persoalan dan mencari solusinya sebelum berbicara di depan umum.Â