Malaysia (JAKIM): Fokus sertifikasi halal pada makanan, minuman, dan obat. Produk non-pangan tidak diwajibkan, kecuali atas permintaan produsen. Turki dan Uni Emirat Arab: Menyasar pangan dan ekspor halal. Barang seperti pakaian atau alat rumah tangga tidak dibebani kewajiban sertifikasi.Â
Brunei Darussalam: Memprioritaskan halal pada industri kuliner dan layanan publik. Arab Saudi dan Qatar: Tidak mengenakan sertifikasi halal wajib untuk barang non-konsumsi. Â
Indonesia bisa belajar bahwa semangat halal tidak harus birokratis. Ia bisa bersifat edukatif, transparan, dan bertahap.
Berikan Ruang untuk Pemahaman
Pemerintah bersama BPJPH tidak harus mewajibkan sertifikasi halal untuk semua. Berikan ruang bagi pendekatan edukatif, bukan administratif.Â
Berikan kepercayaan kepada UMKM untuk jujur atas bahan yang digunakan, dan sediakan sistem self-declare halal yang mudah diakses.Â
Pihak MUI dan ormas-ormas Islam bisa digandeng untuk mendidik masyarakat. Cara ini barangkali akan lebih membuat kehadiran negara dan ulama sangat dirasakan.Â
Biarkan masyarakat yang menilai, bukan hanya berdasarkan label, tetapi dari informasi bahan yang disampaikan secara jujur. Sertifikat halal tetap penting untuk produk konsumsi, tetapi untuk barang non-pangan, pemahaman lebih penting daripada cap stempel.
Halal adalah prinsip hidup. Tapi prinsip ini akan kehilangan maknanya jika dijadikan beban prosedural yang tidak proporsional. Mari kembali ke esensi: kejujuran terhadap bahan dan segala yang kita gunakan, kesadaran syariat, dan perlindungan yang adil bagi warga negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI