Kalau kamu nanya, "Jadi gua harus beli obligasi sekarang?" jawabannya: tergantung. Aku enggak bisa bilang harus beli sekarang atau enggak, karena itu tergantung kondisi finansial, tujuan, dan profil risiko kamu. Tapi ada beberapa prinsip praktis:
Pertama, pahami horizon investasi. Kalau masih muda dan mau agresif, porsi saham lebih besar wajar. Tapi jangan lupa sisihkan sebagian untuk obligasi sebagai stabilizer.
Kedua, taklukkan risiko likuiditas. Punya obligasi yang bisa dicairkan kalau perlu itu berguna. Reksa dana pasar uang atau obligasi biasa bisa jadi opsi kalau tidak mau beli obligasi ritel langsung.
Ketiga, manajemen risiko sederhana: alokasikan sedikit untuk proteksi---10--20% minimal---lalu tingkatkan porsi obligasi ketika kamu mendekati tujuan atau ingin mengamankan modal.
Keempat, sesuaikan dengan suku bunga dan kondisi pasar. Ketika yield obligasi naik, obligasi jadi lebih menarik.Â
Tapi ketika yield turun, harga obligasi lama naik, dan seterusnya --- jadi ada dinamika yang bisa dimanfaatkan.
Kelima, jangan lupa diversifikasi. Campuran obligasi pemerintah, korporasi, dan reksadana bisa membantu menyeimbangkan antara yield dan risiko.
Kesalahan umum yang harus dihindari
Banyak orang salah kaprah soal obligasi. Pertama, menganggap obligasi selalu "aman" tanpa memahami jenisnya: obligasi korporasi punya risiko lebih tinggi dibanding obligasi pemerintah.Â
Kedua, menganggap obligasi tak perlu dipantau sama sekali; padahal obligasi punya risiko pasar (harga bisa turun jika suku bunga naik) dan risiko kredit.Â
Ketiga, menganggap obligasi hanya untuk orang tua --- padahal obligasi juga berguna sebagai bagian dari strategi alokasi jangka panjang, bahkan untuk investor muda.
Penutup: Semua orang akan butuh obligasi pada waktunya
Intinya, obligasi itu bukan instrumen yang bodoh. Mereka adalah alat fundamental dalam manajemen kekayaan.Â