Rasa takut dianggap pemalas, tidak suportif, atau tidak loyal, sering kali menjadi penghalang.Â
Tapi kamu juga perlu melihat kenyataan: jika kamu terus memaksakan diri, lalu jatuh sakit, siapa yang akan menanggung semua beban itu?Â
Ujung-ujungnya, kamu sendiri yang akan rugi, dan pekerjaan pun tidak akan selesai sebagaimana mestinya.
Evaluasi: Apakah Lingkungan Kerjamu Masih Sehat?
Semua upaya menjaga keseimbangan ini pada akhirnya membawamu pada satu pertanyaan penting: apakah tempat kerja saat ini memang layak untuk kamu pertahankan?Â
Jika budaya hustle sudah menjadi norma yang tidak bisa diganggu gugat, jika segala batasanmu tidak dihargai, jika kesejahteraan mental dan fisikmu terus dikorbankan demi target dan produktivitas semu, maka mungkin sudah saatnya kamu mengevaluasi ulang.
Meninggalkan pekerjaan bukanlah keputusan mudah, dan tentu tidak bisa dilakukan secara impulsif.Â
Tapi kamu tetap punya hak untuk mencari ruang kerja yang lebih sehat, yang menghargai keseimbangan hidup, dan yang memperlakukan karyawan sebagai manusia, bukan mesin produksi.
Pertimbangkan secara matang, siapkan rencana, dan cari peluang dengan bijak. Jangan merasa bersalah jika kamu memilih untuk melindungi diri sendiri.
Penutup: Produktivitas Bukan Segalanya
Hustle culture sering menjebak kita pada narasi bahwa kesibukan adalah ukuran nilai diri. Padahal, hidup tidak harus selalu cepat, tidak selalu tentang target, dan tidak selalu soal hasil.Â
Kadang, yang kita butuhkan hanyalah berhenti sejenak, mendengarkan diri sendiri, dan bertanya: "Apakah aku benar-benar bahagia dengan cara hidupku saat ini?"
Kamu bukan pemalas hanya karena ingin istirahat. Kamu tidak egois hanya karena ingin menjalani hobi. Kamu tidak gagal hanya karena tidak selalu sibuk.Â