"Agak mengkhawatirkan, kondisi bapak belum stabil, tadi pagi bapak, masih minta buatkan kopi susu, kemudian duduk di teras depan sambil membaca koran pagi, waktu saya kedalam menaruh nampan bapak seperti biasa baca koran, yang membedakan hanya biasanya kalau hari minggu, sebelum ke masjid bapak belum mandi, tapi pagi tadi sebelum ke masjid bapak mandi seperti bukan hari minggu," jelas bu Markus Susilo istri bosnya, menjelaskan ke Catur dan Dita saat tiba di UGD Rumah Sakit Parasamya.
"Maaf ibu jadi merepotkan kalian, habis ibu bigung mau ngomong sama siapa lagi, keluarga kami semua ada di Jawa." Lanjut bu bos
"Tidak apa bu," kata Dita sambal memeluk bu bos
"Ibu yang sabar, kita berdo`a saja semua untuk kepulihan bapak." Kata Dita
Ia, tadi pagi sekitar jam 6.30 pak Markus Susilo kena serangan jantung, dia sempat terjatuh dari kusi di teras depan dan tangannya masih memegang koran, untungnya tetangga lagi pada ngumpul sedang siap-siap mau berolah raga di komplek perumahan, bu Susilo minta tolong tetangga untuk mengangkat pak Susilo ke mobil dan membawanya ke Rumah Sakit ini.
Sudah dua jam lebih pak Susilo masih berada di ruangan ICU, masa kritisnya belum lewat, ada dua orang dokter di dalam ruangan ICU dan beberapa orang perawat yang keluar masuk dari tadi, tanpa memberikan penjelasan kepada ibu Susilo.
"Anak-anak di mana, bu ?" Catur memecah kesunyian
"Tadi lagi main sama temannya, ini lagi di jemput sama satpam komplek, mau di bawa ke sini." Jelas bu bos
Catur mengambil Hand Phone dari saku celananya, mencoba menelpon seseorang, beberapa kali ada nada dering tetapi tidak diangkat, Catur terus mencoba menghubungi, tetapi tetap sama, tidak diangkat.
Di depan ruang ICU tidak disediakan kursi, sehingga Catur, bu bos dan Dita, berdiri saja, Dita terlihat masih memegang tangan bu bos, mencoba memberi kekuatan dengan memegang tangan tersebut.
Catur kembali mengambil Hand Phone dari saku celannya, entah siapa yang di coba untuk di hubungi, nada panggilan ada, tetapi masih sama seperti tadi tidak diangkat, dia coba terus, dan entah untuk yang keberapa kalinya tilpun di jawab.
"Jack, kamu dimana ?" Catur langsung bertanya
"Maaf pak, saya lagi di jalan, ini baru menuju rumah, saya dua malam dinas malam pak, ada apa pak ?" tanya Jack
"Pak Susilo, kena serangan jantung, saya minta tolong kalau bisa pagi ini, kamu langsung ke rumah pak Susilo aja, karena rumah kosong, ibu, saya dan Dita ada di Rumah Sakit Parasamnya." Jelas Catur
"Baik, pak."
Suasana depan ICU Rumah Sakit kembali hening, bu Susilo masih sesegukan menahan tangis, Dita masih sekarang merangkul bu bos, agar bisa lebih tenang menghadapi situasi ini, suasana hening di pecahkan dengan suara dua orang anak sambal berlari.
"Ibu, bapak kenapa ?" Tanya mereka berbarengan dan memeluk ibunya dengan erat.
"Bapak lagi sakit, do`a in bapak segera sembuh ya." Kata bu bos kepada kedua anaknya.
Tidak berapa lama, keluar satu orang dokter dan dua orang perawat dari ruang ICU, bu Susilo langsung menghampiri dan berkata
"Bagai mana keadaan suami saya, dokter."
"Alhamdulillah, masa kritis suami ibu sudah lewat, ini sekarang beliau lagi tidur, mungkin pengaruh obat, kalau mau masuk silahkan secara bergantian, tapi bapak belum bisa diajak bicara, kalau mau masuk berpakaian khusus dulu," lanjut dokter
"Nanti untuk lebih jelasnya, ibu tanya ke dokter Taufik yang masih ada di dalam memantau keadaan bapak," lanjut sang dokter
"Terima kasih, dok." Kata kami secara bersamaan
"Silahkan ibu dulu yang lihat bapak," anak-anak biar sama saya dulu kata Dita
Ibu Susilo, langsung mengambil baju khusus yang tergantung di pojok sebelah kanan Ruang ICU, ada empat buah baju yang tergantung disitu, setelah memakai dan melepas sendalnya, bu Susilo masuk keruangan, sementara Dita, Catur dan dua anak pak Susilo menunggu diluar.
Sekitar lima belas menit bu Susilo di ruang ICU, dia keluar ruangan, perlahan membuka baju khususnya, menyerahkan ke Dita, Dita menyerahkan baju itu ke Catur.
"Pak Catur duluan masuk ya ?"
"Saya nanti setelah pak Catur." Kata Dita
Selang infus tergantung di tangan pak Susilo, selang oksigin masih menempel di hidung nya, tanpa gerakan, detak jantung terlihat di layar monitor, Catur memperhatikan bos nya, ini kah tanda yang beliau berikan dalam satu bulan ini, inikah arti lima belas menit pembicaraan beliau kemarin, dipegangnya tangan bos nya, orang yang sudah dianggapnya sebagai orang tuanya sendiri, bukan lagi sebagai bosnya, dilihatnya tubuh kekar yang sekarang tak berdaya.
Catur masih terdiam memandang bos nya, sambil perlahan keluar ruangan, agar bisa bergantian.
Dita masuk ruangan ICU setelah, memakai baju yang dari Catur, Catur melihat kearah ibu bos, yang sedang memeluk kedua anaknya, ibu bos sudah sedikit tenang, tapi raut wajah kesedihan masih menyelimuti, Catur hanya berdiri menyaksikannya, ia tidak bisa membayangkan jika hal buruk terjadi, kembali ia teringat akan percakapan lima belas menit sore itu.
Edseven,04052019