Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Bukan Pengantin Biasa

14 Oktober 2021   10:43 Diperbarui: 15 Oktober 2021   07:06 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen : Bukan Pengantin Biasa

Dalam beberapa hari ini, wajah sumringah tergurat di lelaki muda itu. Segurat senyuman terus diumbarnya ke alam raya. Bak orang yang menang lotere milyaran rupiah. Siulan terus berdentang dari mulut Panjul dari dalam kamarnya yang menggambarkan sebuah kebahagian yang tak terkira.

Tak pelak. perubahan genetika yang tergambar dalam anatomi tubuh Panjul, nama anak muda itu mengundang sejuta tanya di hati keluarganya. Dan sejuta tanya pun mengapung dalam pikiran mareka sebagai orang tua yang hidup di Kampung.

"Ada apa ya Pak. Kok Panjul terlihat sangat bahagia sekali akhir-akhir ini?," tanya Ibu Panjul kepada suaminya.

"Ibu ini aneh. Anak bahagia kok dipertanyakan. Mestinya kita ikut bahagia juga kalau anak kita bahagia. Udah sana tolong bikinin Bapak kopi daripada mikirin anak bahagia," jawab sang suami.

Bagi warga Kampung, Panjul dikenal sebagai anak sopan, ramah dan baik serta suka menolong. Panjul juga amat religius dan aktif di masjid sebagai pengurus Remaja Masjid. Maklum Panjul dulunya pernah mengenyam pendidikan di sebuah Madrasah di Kota. Cuma karena ketidakmampuan ekonomi keluarganya membuat anak muda ini harus putus sekolahnya. Maklumlah bapaknya cuma buruh tani yang hidupnya menggantung diri dari tanah garapan sang pemilik lahan.

Namun Panjul tak pernah putus asa dalam menuntut ilmu. Anak muda itu terus belajar dari para sespuh agama yang ada di Kampungnya untuk menambah pengetahuan agamanya.

"Bukankah belajar tidak harus di sekolah formal," pikirnya.

"Lagi pula untuk apa aku memaksakan Bapak dan Ibu untuk mencari duit demi sekolahku. Kasihan mareka yang sudah mulai merentah. Sudah seharusnya aku sebagai anak yang harus membahagiakan mereka," desisnya dalam hati. 

Sungguh anak yang berkepribadian yang baik.

Dan Panjul pun akhir merantau ke Kota yang penuh dengan diorama kehidupan yang kadang tak bertuan dan berperikemanusiaan. Tujuannya selain bekerja untuk bekal hidupnya di dunia, lelaki muda dari Kampung ini ingin memperdalam ilmu agama sebagai bekal di akhirat. 

Walaupun dengan hati yang terpaksa, ayah dan ibunya dengan berat hati melepas kepergian tunggal mereka dengan sejuta nasehat yang mereka gaungkan ke telinga Panjul.

"Ananda harus selalu ingat kepada Allah, Sang Maha Pencipta," pesan ayahnya.

"Dan harus jujur," sambung Ibunya.

Dan setelah mengembara selama tiga tahun di Kota, Panjul pun pulang ke Kampung halamannya. Stylenya sudah berbeda dari yang dulu. Bukan Panjul yang dulu yang dekil dan kurus. Kini Panjul tampil modis bak bintang-bintang sinetron yang mareka lihat di tipi. Tak heran banyak tetangganya yang pangling saat melihat kedatangannya ke kampung. Bahkan ada yang tidak mengenalinya lagi.

Kedatangan Panjul tentu saja bukan hanya sangat menggembirakan ayah dan ibunya. Namun para pengurus masjid yang dulu menjadi tempat Panjul belajar mengaji pun bahagia mendengar kabar kepulangan Panjul ke kampung. Mareka, para sesepuh Kampung berharap Panjul akan mengabdi di Kampung dan mengurus masjid serta membagi ilmu yang didapatnya dari Kota untuk anak-anak Kampung.

Keinginan mulia para sesepuh Kampung tinggal keinginan. Harapan yang mareka gantungkan di langit nan biru cuma mimpi dan angan semata. Selama tiga hari di Kampung Panjul belum pernah sekalipun sholat di masjid.  Panjul lebih suka sholat di rumah. Dan lebih banyak mengurung diri dalam kamar dengan laptop dan seperangkat alat komunikasi.

Beberapakali sang ayahnya menasehatinya untuk sholat berjemaah di masjid. Namun tak digubris oleh Panjul. Bujukan Ibunya pun tak mempan sama sekali. Panjul lebih asyik dengan dengan seperangkat alat laptop dan sejumlah buku-buku. Panjul lebih bahagia dengan mengurung diri di kamarnya.

"Saya akan menjadi pengantin," ujarnya kepada Sang Ayah dan Ibu.

"Saya akan menghuni surga," sambungnya dengan wajah bahagia.

Tentu saja jawaban Panjul sangat mengagetkan ayah dan ibunya. Mareka tidak percaya bahwa anaknya akan menikah. Segurat kebahgian terpancar dari wajah tua mareka. Puji syukur pun mareka panjatkan kepada Sang Pencipta.

" Siapa calon mempelai wanitanya, Nak?,'tanya sang Ibu dengan penuh selidik.

"Perkenalkan dengan kami, Nak," sambung Sang ayah.

Panjul tak menjawab. Mulutnya terkunci dengan rapat.

Ayah dan ibunya bingung. Saling bertatapan. Belum usai lanjutan pertanyaannya, Panjul langsung masuk kamar. Dan kabar bahagia ini pun terhenti sejenak dengan sejuta tanya yang mendalam dalam nurani sang ayah dan ibunya.

Berita Panjul akan menjadi pengantin menjadi trending topik di kalangan warga Kampung. Ada yang menyambutnya dengan bahagia. Ada pula yang tak percaya.

"Baru pulang dari Kota saja sudah sombong," jawab seorang warga.

"Iya. Tak pernah bergaul dengan warga," sambung yang lain.

"Mungkin dia capek. Maklum nyampainya juga baru beberapa hari," sela seorang warga dengan nada menetralisir keadaan yang sudah mulai dipenuhi asap narasi negatif dari mulut warga tentang Panjul.

Usai sholat isya, beberapa sesepuh Kampung dan pengurus masjid berkunjung ke rumah Ayah Panjul. Mareka ingin bersilahturahmi dengan Panjul. Tujuannya tentu saja igin bertemu dengan Panjul skaligus mengkonfrontir berita tentang rencananya menjadi pengantin. Sinar rembulan yang indah menghantar jejak langkah kaki para sesepuh Kampung menuju rumah Panjul. Cahaya rembulan menjadi penerang langkah kaki para sesepuh menuju rumah Panjul. Maklum rumah Panjul terletak diujung Kampung dan tidak ada penerangan listriknya. Segurat kebahagian terpotret di wajah para sesepuh Kampung.

"Sebagai sesepuh Kampung kami bahagia mendengar Nak Panjul akan menjadi pengantin. Insya Allah kami akan membantu semampu kami untuk mensukseskan acara lamaran hingga pernikahannya," ujar ketua Masjid mewakili sesepuh kampung.

"Benar sekali apa yang disampaiakan  Pak Kyai tadi. Kami akan membantu semampu kami untuk mensukseskan acara sakral Nak Panjul," sambung sesepuh Kampung.

" Tapi ngomong-ngomong, siapa calon pengantin wanitanya Nak Panjul. Orang Kota ya,' lanjut sesepuh Kampung dengan nada setengah bertanya.

" Saya bukan mau menjadi pengantin pria Pak," jawab Panjul.

Tentu saja jawaban Panjul membingungkan para sesepuh kampung. Tak terkuali sang ayah dan ibunya. Sejuta tanya mengelayut dalam pikiran mareaka. Bukankah kalau menjadi pengantin harus ada pengantin wanitanya.

" Lalu kamu mau menjadi pengantin apa Nak?," tanya sang ayah.

" Menjadi pengantin bom biar saya bisa ke surga," jawab Panjul dengan narasi sangat mantap.

Sontak saja para sesepuh dan warga yang ada dalam ruangan rumah ayah panjul menjadi kaget. Bahkan ada yang jantungnya mau copot mendengar jawaban Panjul. Dan seketika itu pula terdengar kabar bahwa ada sebuah bom meledak. 

Buarrr

Toboali, 14 Oktober 2021

Salam sehat dari Kota Toboali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun