Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penjelajah Masa Lalu (Episode Akhir, Candi Laut Selatan)

19 Oktober 2019   18:43 Diperbarui: 20 Oktober 2019   19:00 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kami tidak bersedia! Kami menolak dijadikan putri sesaji!" suara lantang Dara dan Dewi menembus keriuhan dan kekacauan.

"Berhenti!" Suara halus dan tajam dari Sang Ratu membuat semua perempuan melompat mundur dengan patuh.

"Hmm, kalian sudah memutuskan. Aku menghormatinya. Tapi kalian sekarang hanya menjadi calon sesajen dan bukan calon putri lagi..." Sang Ratu menatap Dara dan Dewi secara bergantian. Namun yang mengherankan, Sang Ratu terlihat sekali menghindar beradu mata dengan Raja.

"Kami bukan sesajen kalian! Kami adalah dua perempuan merdeka yang bisa menentukan nasib kami sendiri. Sesuai dengan takdir yang digariskan kepada kami!"

Ajaib! Tanpa aba-aba sama sekali, Dara dan Dewi mengucapkan kalimat itu berbarengan.

Raja yang telah teramat sangat kelelahan. Berjalan tertatih di depan Dara dan Dewi. Menghadapi Sang Ratu yang langsung saja membuang muka agar tidak beradu mata dengan Raja.

"Ratu, mereka telah menyampaikan sikapnya. Harap mundur dan tidak memaksakan kehendak," Raja tidak sanggup berteriak. Suaranya pelan namun penuh ketegasan.

Sang Ratu memalingkan muka. Benar-benar menghindari bersitatap dengan Raja. Seseorang yang tidak mungkin dilukainya. Bukan karena tidak mampu. Tapi karena memang tidak ada seorang ibu pun di manapun yang sanggup melukai putranya sendiri.

Sang Ratu sama sekali tidak menduga harus berhadapan dengan Raja. Keturunan keraton Yogyakarta yang merupakan darah dagingnya. Kali ini dia harus mengalah. Demi keturunannya.

"Kita pergi dari sini. 100 purnama lagi kita kembali ke sini," Sang Ratu memberi isyarat kepada para pengikutnya.

Secepat kedatangannya, secepat itu pula moksanya Sang Ratu Laut Selatan beserta para hulubalang dan dayang-dayangnya. Angin dingin bertiup keras di tempat itu. Mengiringi kepergian Sang Ratu Penguasa Laut Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun