Bimala Calya mendekat. Â Wajahnya basah semua oleh airmata. Â Suaranya mengandung isak yang sangat dalam.
"Apakah yang kau maksud ini Arya...?" gadis itu mengeluarkan sebuah kalung dari lehernya. Kalung yang bermata Safir Bumi. Â Arya Dahana dengan hampa mengangguk lemah.
Bimala Calya semakin terisak sekarang.
"Dia...dia...memberikan...kalung ini kepadaku tadi pagi....dia..ingin kalung ini melindungiku...melindungi...seorang anak...yang tak beribu bapa....aaahhh.." Bimala Calya terguling pingsan. Â Namun sebelum tubuh gadis itu jatuh ke tanah, sepasang tangan dengan lembut menangkap tubuhnya. Â
Sepasang tangan Ardi Brata. Â Dewi Mulia Ratri melihat Bimala Calya pingsan kembali hanyut dalam keharuan. Â Gadis ini menjerit sejadi jadinya. Andika Sinatria maju memeluk tubuhnya untuk menenangkan hatinya.
Arya Dahana menatap sekeliling. Â Masih dengan tatapan kosong dan hampa. Â Suaranya ditujukan kepada Ardi Brata.
"Pendekar, aku titipkan Bimala Calya kepadamu...dia gadis yang baik...lindungilah dia selama aku tidak ada.."
Ardi Brata mengangguk mantap mengiyakan.
Arya Dahana memutar tubuhnya menghadap Dewi Mulia Ratri yang masih terisak isak di pelukan Andika Sinatria. Â Pemuda itu meraih sesuatu di kantong bajunya.
"Ratri...aku mungkin akan pergi agak lama untuk menguburkan Puspa...mungkin juga selamanya...terimalah ini...sesuai janji...saputanganmu yang kau pinjamkan tempo hari..."
Dewi Mulia Ratri semakin keras menangis. Â Diraihnya saputangan itu dari tangan Arya Dahana. Â Gadis itu hendak melangkah maju untuk memeluk Arya Dahana. Â Namun sepasang tangan kuat Andika Sinatria menahan si gadis tetap dalam pelukannya. Â