Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

2 Januari 2019   08:55 Diperbarui: 2 Januari 2019   09:36 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bimala Calya menundukkan muka.  Selama di perjalanan dia selalu mengajukan diri untuk mengerjakan apa saja sebagai balas budi diperbolehkan ikut serta.  Tapi mereka memang orang orang yang baik hatinya.  Tidak sekalipun dia diperbolehkan mengerjakan semuanya sendiri.  Dia selalu mengerjakannya bersama Arya Dahana dan Dyah Puspita.

Perjalanan ini begitu mengharukan bagi Bimala Calya.  Gadis yang sedari kecil hidup di lingkungan yang keras dan kasar, sekarang melakukan perjalanan penuh petualangan bersama orang orang yang sangat peduli terhadap sesama.

Bimala Calya tahu persis bahwa dia jatuh cinta kepada Arya Dahana.  Tapi setelah mendengar Dyah Puspita bercerita banyak tentang perjalanan hidupnya yang penuh dengan pahit dan getir bersama Arya Dahana, gadis cantik dari Lawa Agung ini menjaga dirinya agar tidak terlalu menampakkan perasaan yang sesungguhnya kepada Arya Dahana.  

Naluri kewanitaannya yang halus membuat rasa simpati kepada Dyah Puspita muncul.  Gadis petinggi dari Sayap Sima Majapahit itu meninggalkan segala galanya demi pemuda itu. Bahkan dia rela lari dari semua kedudukan, kemewahan dan ayahnya demi Arya Dahana.

Apalagi ketika didengarnya Dyah Puspita jugalah yang berkali kali menyelamatkan nyawa pemuda itu.  Meski hatinya perih dan pedih saat menyaksikan Dyah Puspita begitu penuh perhatian terhadap Arya Dahana, namun perasaan itu disingkirkannya demi bisa terus berjalan bersama pemuda itu.  

Yang menakjubkan adalah pemuda itu sendiri.  Dia tidak pernah bertindak mesra secara berlebihan terhadap Dyah Puspita.  Semuanya masih dalam batas yang wajar.  Perhatiannya kepada Dyah Puspita sama dengan perhatian yang ditujukan kepadanya.  Kadang kadang Bimala Calya berpikir apakah pemuda ini seorang perayu wanita atau bukan.  Sikapnya sangat manis terhadap wanita.  Tapi setelah beberapa lama berjalan dengan pemuda itu, Bimala Calya bisa memastikan bahwa sikapnya yang manis itu memang muncul karena sifatnya yang mengagungkan wanita.

Lamunan Bimala Calya terputus ketika Arya Dahana datang dengan membawa seikat kayu bakar dan sekeranjang kecil ikan.  Pemuda itu menyalakan api untuk menghangatkan diri sekaligus untuk memasak air dan makanan.  Dyah Puspita sibuk mempersiapkan bumbu untuk makan malam.  Bimala Calya yang akan memasaknya.  Bimala Calya jauh lebih pandai memasak dibanding Dyah Puspita. 

Perut mereka sangat lapar.  Siang tadi mereka mengisi perut dengan ikan asap buatan Arya Dahana yang terakhir.  Bekal beras yang mereka bawa masih cukup untuk beberapa hari.  Sayuran kering yang dibawa juga masih tersisa untuk beberapa lama.  Dan ikan segar ini lebih dari cukup untuk membangkitkan selera makan setelah perjalanan jauh yang mereka tempuh.

Sambil menunggu Bimala Calya dan Dyah Puspita memasak, Arya Dahana menyempatkan diri untuk memeriksa sekeliling.  Tempat ini adalah sebuah lembah yang dipenuhi oleh semak dan hutan lebat.  Di sebelah kiri terbentang jurang yang sangat dalam, sementara di sebelah kanan tebing tinggi yang sangat terjal.  Mereka sengaja mengambil jalan pintas ini tadi karena hendak menghindari membanjirnya kedatangan para tokoh dunia persilatan di jalanan umum.

Mata pemuda ini terbentur pada sebuah pondok kecil sangat sederhana yang sebetulnya tidak terlihat sebagai pondok.  Hanya dua buah kayu tumbang yang di atasnya disusun kayu kayu kecil sebagai alas duduk.  Sementara atapnya terbuat dari daun daun lebar yang disusun sembarangan hanya untuk mengurangi tetesan air jika hujan tiba.  Tapi ini jelas buatan manusia.  Dan dibuat baru saja. Belum sampai setengah hari.

Arya Dahana mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tidak ada apa apa.  Ditengoknya juga ke atas pohon pohon tinggi menjulang.  Hari sudah sangat gelap.  Jangkauan api yang dibuat tidak bisa jauh.  Namun Arya Dahana bisa menduga bahwa orang yang membuat pondok ini pasti bersembunyi di atas pohon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun