Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bagaimana Cara Memulung Arti Sebuah Puisi?

17 Desember 2018   21:57 Diperbarui: 17 Desember 2018   22:31 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fase Hati
Di sinilah inti memulung arti puisi. Setelah mata memindai dengan kecepatan tinggi, hasil pindaian dikirimkan ke dalam hati. Jika sebelumnya pencapaian mengartikan puisi tak lebih dari 25%, maka pada proses ini tingkat keputusan berada pada rentang 90-100%.

Saya menyebutnya keputusan. Karena mengartikan sebuah puisi memang membutuhkan keputusan. Keputusan dari pembaca apakah semua sudah usai atau masih membutuhkan proses selanjutnya;

Fase Mulut
Fase ini hanya akan dilalui jika Fase Hati tidak sanggup mengambil keputusan. Para pembaca yang penasaran biasanya melakukan fase ini untuk meyakinkan diri agar terlahir sebuah keputusan. Deskripsinya begini;

Seorang pembaca yang sangat penasaran pada arti sebuah puisi biasanya akan membaca berulang-ulang. Sekali, dua kali, tiga kali dan seterusnya sampai Fase Mata berada pada titik pindai maksimal 25%.

Kemudian si pembaca akan menjaring arti puisi tersebut pada Fase Hati. Juga berulangkali. Jika tidak sanggup juga memutuskan, atau belum mencapai 100% dari arti, maka mulut mengambil peran sebagai pengambil keputusan.

Pembaca akan membaca ulang puisi tersebut dengan bersuara! Dengan bantuan suara biasanya sisa arti yang belum tertangkap akan mudah diperangkap.

Buktikan saja!

Akhirnya
Tidak terlalu rumit untuk mengartikan sebuah karya puisi. Tidak rumit di sini karena kita diberikan kebebasan tanpa batas untuk mengartikannya. Kita bisa mengartikan apa saja. sesuai dengan mata saat membaca, hati saat memberinya arti, dan mulut saat keputusan masih berkabut.

Satu hal yang perlu diingat adalah, kebenaran absolut dari arti puisi tersebut hanya milik sang pereka puisi. Karena kita sebagai pembaca tak akan sanggup sedikitpun menyelami kedalaman hati.

GA 198, 17 Desember 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun